Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sekjen PPP: Pemecatan oleh Suryadharma Tidak Sah

Kompas.com - 18/04/2014, 21:41 WIB
Ihsanuddin

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Jendral Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy mengatakan, pemecatan yang dilakukan oleh Ketua Umum PPP Suryadharma Ali terhadap Wakil Ketua Umum Suharso Monarfa, empat Ketua dan satu sekretaris Dewan Pimpinan Wilayah, tidak sah.

"Keputusan pemecatan itu tidak sah dalam AD ART (anggaran dasar anggaran rumah tangga) Partai. Sebagai sekjen saya berangggapan demikian," kata pria yang akrab disapa Romy itu di DPP PPP Jakarta, Jumat (18/4/2014) malam.

Romy menjelaskan, untuk memberhentikan seorang kader dari jabatan strukturalnya, harus dilakukan melalui rapat harian yang dihadiri lebih dari setengah pengurus Dewan Pimpinan Pusat (DPP).

"Pasal 57 ayat (2) Anggaran Rumah Tangga (ART) PPP menyatakan Rapat PH sah apabila dihadiri oleh seperdua dari Anggota Pengurus Harian. Artinya rapat PH DPP sah apabila dihadiri sekurang-kurangnya 28 orang Anggota PH DPP," ujar dia.

Selain itu, menurutnya, surat keputusan (SK) pemecatan yang dikeluarkan juga tidak sah. Pasalnya nomor dalam surat tersebut sudah digunakan untuk memecat beberapa pengurs DPP yang mendaftar sebagai caleg dari partai lain.

Nomor SK pemecatan sejumlah pengurus yang kemarin diisukan sudah terpakai untuk pemecatan pengurus dpp yang teah menclankan diri sebagai caleg dr partai lain. "Dalam AD ART, pemecatan itu batal demi hukum," pungkasnya.

Selain Suharso, Suryadharma juga memecat Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) PPP Jawa Barat Rachmat Yasin, Ketua DPW Jawa Timur Musyaffa Noer, Ketua DPW Sumatera Utara Fadli Nursal, Ketua DPW Sulawesi Selatan Amir Uskara, dan Sekretaris DPW Kalimantan Tengah Awaludin Noor.

Pemecatan itu dilakukan karena sebelumnya mereka ingin menggulingkan Suryadharma sebagai Ketua Umum DPP PPP dengan cara yang tidak tepat. Mereka melayangkan mosi tidak percaya terhadap Suryadharma, padahal pencopotan dari posisi Ketua Umum hanya bisa dilakukan melalui Muktamar Luar Biasa.

Wacana penggulingan sendiri muncul setelah Suryadharma menghadiri kampanye Gerindra di GBK beberapa waktu lalu. Dalam kampanye itu, Suryadharma ikut berpidato dan menyatakan dukungannya terhadap pencapresan Prabowo.

Suryadharma dinilai melanggar kesepakatan partai dalam Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) II PPP di Bandung yang menyatakan akan menjalin komunikasi politik dengan delapan bakal capres yang ada. Dari hasil Mukernas tersebut, tidak ada nama Prabowo.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Penyidik KPK Enggan Terima Surat Ketidakhadiran Gus Muhdlor

Penyidik KPK Enggan Terima Surat Ketidakhadiran Gus Muhdlor

Nasional
Di Puncak Hari Air Dunia Ke-32, Menteri Basuki Ajak Seluruh Pihak Tingkatkan Kemampuan Pengelolaan Air

Di Puncak Hari Air Dunia Ke-32, Menteri Basuki Ajak Seluruh Pihak Tingkatkan Kemampuan Pengelolaan Air

Nasional
Ketum PGI Tagih Janji SBY dan Jokowi untuk Selesaikan Masalah Papua

Ketum PGI Tagih Janji SBY dan Jokowi untuk Selesaikan Masalah Papua

Nasional
Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Nasional
PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR Meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR Meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

Nasional
Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Nasional
Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Nasional
Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, 'Push Up'

Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, "Push Up"

Nasional
KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

Nasional
Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Nasional
Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Nasional
KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

Nasional
Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Nasional
Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Nasional
Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com