Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BNN Duga Sabu Senilai Helikopter Masuk Indonesia Lewat Jalur Laut

Kompas.com - 27/02/2014, 06:21 WIB
Robertus Belarminus

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Badan Narkotika Nasional (BNN) menduga sabu yang nilainya melebihi harga sebuah helikopter dari dua warga negara Iran yang ditangkap di Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat, masuk ke Indonesia melalui jalur laut. Diduga, para penyelundup memanfaatkan celah jalur tak resmi dan lemahnya pengawasan melalui jalur itu.

"Di sana sudah beberapa kali bobol, sangat rawan dan susah untuk pengawasan," kata Deputi Pemberantasan BNN, Brigadir Jenderal Dedi Fauzi El Hakim, di kantor BNN, Cawang, Jakarta Timur, Kamis (27/2/2014) dini hari.

Dedi menyatakan, dua tersangka yang ditangkap, yakni Said dan Mustopa, diringkus saat akan menggali tanah yang di dalamnya terkubur sabu di Kampung Panyawelan, Kecamatan Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, Rabu (26/2/2014) pagi.

Menurut Dedi, BNN menduga barang haram itu sudah terlebih dahulu lolos melewati laut hingga tiba di daratan. "Tujuan mereka ambil barang bukti. Berarti, narkotika itu sudah diselundupkan lebih dulu lewat laut, kemudian disembunyikan dan dipendam di cagar alam, di kawasan hutan," ujar Dedi.

BNN, kata Dedi, masih menelusuri dari mana asal barang haram tersebut, termasuk mencari siapa yang mengantar sabu dari laut sampai ke darat. BNN menduga, sabu itu dibawa menggunakan kapal besar, lalu disambung dengan kapal kecil atau kapal nelayan.

"Masih kami kembangkan, tapi mereka ada yang ambil dari darat (berarti), ada yang antar dari laut," ujar Dedi. Karena dua tersangka masih perlu diinterogasi, kata dia, BNN belum dapat mengungkap bagaimana detail sabu tersebut masuk dari laut sampai ke darat.

Dedi menduga kalaupun mereka memakai jasa nelayan, ada kemungkinan nelayan tersebut tak tahu soal penyelundupan tersebut. Meski demikian, Dedi meyakini keterlibatan banyak pelaku dalam kasus ini, termasuk otak penyelundupan. "Masih ada tersangka lain, kami tidak berprinsip tidak ada (pelaku lain). Ini masih banyak yang lain," ujar Dedi.

Kedua tersangka yang ditangkap, kata Dedi, pernah datang ke Indonesia pada bulan Desember 2013 sebanyak tiga kali. Akhir Januari 2014, tersangka kembali mendarat di Denpasar, Bali, kemudian ke Jakarta Barat dan menginap di apartemen untuk mengambil sabu di Sukabumi.

Dedi menduga, dua tersangka ini memiliki lebih dari satu peran. Hal ini melihat besarnya barang bukti yang diamankan. Tersangka diduga bisa merangkap sebagai penyedia dana, ambil barang, kurir, dan lainnya.

Pantai rawan

Dedi menyatakan, penyelundupan narkoba dari jalur laut bisa dengan bermacam cara. Tidak menutup kemungkinan, para penyelundup memanfaatkan model masuknya imigran gelap yang disertai masuknya narkoba.

"People smuggling ada yang merangkap (menyelundupkan narkoba), ada yang murni penyelundupan (orang). Tapi biasanya tindak pidana yang dilakukan rugi kalau cuma satu. Contoh illegal fishing, pasti selalu disertai penyeludupan senjata api," ujar Dedi.

BNN menggunakan tiga metode pencegahan masuknya barang haram itu. Pertama, mencegah masuknya narkoba ke Indonesia dari luar negeri, bekerja sama dengan aparat negara yang lain. Kedua, mencegah narkoba masuk di pintu masuk yang rawan penyelundupan. Ketiga, mengamankan wilayah peredaran.

Menurut Dedi, banyak pantai di Indonesia yang rawan untuk jadi lokasi penyelundupan. Kerja sama pencegahan masuknya narkoba, ujar dia, antara lain dilakukan bersama Polisi Air dan Udara (Polairud) serta TNI Angkatan laut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com