Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Artidjo Alkostar: Korupsi Jangan Ditoleransi

Kompas.com - 03/10/2013, 09:53 WIB

KOMPAS.com - Tahun lalu, lebih dari separuh perkara korupsi yang diajukan ke Mahkamah Agung melalui upaya hukum kasasi dan peninjauan kembali hanya dijatuhi hukuman antara satu dan dua tahun. Angka persisnya adalah 60,68 persen atau 269 perkara. Hukuman yang minimalis.

Tahun ini, publik bahkan lebih terkejut dengan vonis bebas terhadap buron Kejaksaan Agung yang diduga merugikan negara 98 juta dollar AS dan Rp 369 miliar. Kondisi tersebut sempat meredupkan harapan akan berhasilnya pemberantasan korupsi di republik ini. Kerja penegak hukum (polisi, jaksa, dan Komisi Pemberantasan Korupsi) mengejar pelaku korupsi seakan menjadi sia-sia jika pada akhirnya lembaga peradilan tinggi memutus bebas si terdakwa.

Akhir September lalu, MA memberikan kejutan. Tim majelis hakim yang dipimpin Artidjo Alkostar, yang juga Ketua Kamar Pidana, memidana kasus korupsi dan pencucian uang tiga kali lipat lebih berat dibandingkan putusan pengadilan tingkat pertama. Putusan itu menjadi semacam oase yang mampu menghidupkan harapan akan keadilan. Berikut petikan wawancara Kompas dengan Artidjo di Gedung MA, Selasa (1/10/2013):

Bagaimana bapak memandang korupsi?

Korupsi itu seperti penyakit kanker. Dalam sejarah, tidak ada negara yang sanggup menanggungnya. Kalau sudah korup, (negara) itu biasanya kolaps. Korupsi itu tidak hanya terkait dengan hilangnya keuangan negara, tetapi sebetulnya korupsi itu juga melanggar hak asasi manusia (HAM). Dampaknya bagi kehidupan bernegara, terutama bagi masyarakat bawah yang termiskinkan, harus diperhitungkan. Jadi, kita mesti mengacu kepada korban.

Tidak hanya hari-hari ini saja saya menjatuhkan pidana berat kepada pelaku korupsi. Sejak dahulu, sejak awal-awal menjadi hakim agung, saya dilibatkan dalam penanganan perkara korupsi Presiden Soeharto dan skandal Bank Bali. Saya tidak menoleransi korupsi. Bagi saya, itu zero tolerance karena yang dipertaruhkan martabat bangsa.

Dalam kasus Tommy Hindratno, mengapa bapak menghukum 10 tahun penjara? Padahal, kasus itu hanya terkait dengan penerimaan uang Rp 280 juta? Bukan miliaran seperti kasus lain?

Ini, kan, korupsi pajak. Pajak itu sumber pendapatan negara. Bayangkan saja kalau itu bisa dipermainkan. Istilahnya dinego dan tidak masuk ke negara. Meski ini tidak bisa dirasakan langsung oleh rakyat, saya kira karena pendapatan negara yang paling utama itu dari pajak. Jadi, bukan hanya masalah nominalnya saja, melainkan juga melihat sifat kejahatannya. Apalagi, dalam kasus Tommy Hindratno, (nego) itu (dilakukan) dari Surabaya sampai ke Jakarta. Lalu, ditangkap di Jakarta. Luar biasa itu. Kok, tindakan begitu seolah- olah biasa. Ini tak bisa ditoleransi. Di samping sifat kejahatannya, ini yang dikorupsi adalah uang rakyat yang seharusnya untuk kesejahteraan rakyat.

Bagaimana dengan perkara Zen Umar, terdakwa korupsi dan pencucian uang yang dihukum 15 tahun?

Dalam kasus itu, ada dua perbuatan yang dilanggar, yaitu korupsi dan pencucian uang. Jadi, ini terkait sistem pemidanaan. Masing-masing harus dipidana, jangan hanya satu.

Banyak yang belum memahami hal itu?

Hal ini sudah seharusnya dipahami pengadilan di bawah. Pencucian uang itu merupakan kejahatan yang sangat canggih. Yang berkembang sekarang ini adalah wacana menyita kekayaan terdakwa yang berhubungan dengan pencucian uang. Ini bisa merembet ke mana-mana. Asal ada benang merahnya saja.

Apakah para hakim agung di Kamar Pidana MA sudah punya pandangan seragam?

Saya kira belum merata. Namun, arah pengarusutamaan dapat dibuktikan dengan putusan Bahasyim Assifie dan Wa Ode Nurhayati. Mungkin ada hakim yang belum sepaham karena setiap hakim memiliki latar belakang pendidikan dan pengalaman yang berbeda. Namun, saya kira ini akan berproses di kamar pidana. Yang sudah muncul dan ditunjukkan MA dalam perkara Bahasyim Assifie (dihukum 12 tahun dan merampas hartanya Rp 60,9 miliar dan 681.147 dollar Amerika), Wa Ode Nurhayati (dihukum 6 tahun penjara), dan Zen Umar ini.

Bapak setuju dengan gagasan pemiskinan koruptor?

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Nasional
[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | 'Crazy Rich' di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | "Crazy Rich" di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Nasional
Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Nasional
Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Nasional
Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Nasional
Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Nasional
Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Nasional
Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Nasional
Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Nasional
Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Nasional
Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Nasional
KIP: Indeks Keterbukaan Informasi Publik Kita Sedang-sedang Saja

KIP: Indeks Keterbukaan Informasi Publik Kita Sedang-sedang Saja

Nasional
Digelar di Bali Selama 8 Hari, Ini Rangkaian Kegiatan World Water Forum 2024

Digelar di Bali Selama 8 Hari, Ini Rangkaian Kegiatan World Water Forum 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com