Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Respons Positif Putusan MA yang Perberat Hukuman Koruptor

Kompas.com - 02/10/2013, 09:23 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merespons positif putusan Mahkamah Agung yang memperberat hukuman terdakwa korupsi dan pencucian uang hingga tiga kali lipat. KPK menilai putusan itu progresif dan menumbuhkan optimisme.

”Sanksi hukum seperti ini akan terus menghidupkan optimisme bahwa masih ada nurani hakim yang mampu menangkap getaran tuntutan keadilan, yang berpucuk pada kepentingan publik agar koruptor dihukum karena dampak kejahatannya,” ujar Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto di Jakarta, Selasa (1/10).

MA melalui putusan kasasinya menambah hukuman Tommy Hindratno, pegawai Direktorat Jenderal Pajak, dari 3 tahun 6 bulan menjadi 10 tahun penjara. MA juga menjatuhkan hukuman pidana kepada Zen Umar, Direktur Utama PT Terang Kita atau PT Tranka Kabel, dari 5 tahun menjadi 15 tahun penjara (Kompas, 1/10).

Respons senada disampaikan Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja. ”Putusan MA itu dahsyat. KPK tak sendiri lagi. Kami menunggu putusan-putusan dahsyat berikutnya,” katanya.

Wakil Ketua KPK yang lain, Busyro Muqoddas mengatakan, KPK akan merespons putusan MA yang memperberat hukuman koruptor dengan tuntutan-tuntutan progresif.

”Kami memadukan tingkat kejahatan koruptor dengan dampak kerugian keuangan negara dan perekonomian masyarakat yang paling dirugikan akibat kebejatan koruptor dengan tuntutan maksimal,” ujarnya.

Menurut Busyro, putusan MA sudah mencerminkan kesadaran hukum bahwa karakter korupsi dan aksi para koruptor semakin ganas karena membunuh rakyat pelan-pelan.

”Sudah cukup jadi alasan bagi jaksa dan hakim untuk mengasah paradigma hukum, ideologi hukum, dan keberpihakan mereka terhadap posisi rakyat yang terus dirugikan oleh korupsi yang makin sistemis. Hakim tipikor (tindak pidana korupsi) lain perlu melihat putusan MA ini,” tuturnya.

Menurut Bambang, tantangan selanjutnya adalah apakah optimisme keadilan ini mampu ditransformasikan menjadi nurani kelembagaan. Apalagi sebelumnya, MA sempat mengabulkan peninjauan kembali seorang buron koruptor.

”Apakah nurani optimisme keadilan ini bisa menjadi panutan seluruh yurist mahkamah dan terus dijaga elan spiritualitasnya agar bisa menghidupkan asa bahwa hukum berdaulat dan berpijak kepada kepentingan rakyat seperti amanah konstitusi,” kata Bambang.
Tak bisa ditoleransi

Ketua Muda Pidana MA Artidjo Alkostar menegaskan, korupsi yang dilakukan pegawai kantor pajak—siapa pun orangnya—tidak bisa ditoleransi. Pasalnya, yang dikorupsi adalah pajak yang merupakan sumber pendapatan negara, berasal dari rakyat, dan seharusnya digunakan untuk kesejahteraan rakyat.

”Bayangkan saja kalau (pajak) bisa dipermainkan. Istilahnya dinego. Pembayaran pajak jadi tidak masuk ke negara. Padahal, saya kira pendapatan negara yang utama itu dari pajak,” ujar Artidjo, saat ditemui di ruang kerjanya kemarin.

Pendapat itulah yang menjadi dasar pertimbangan Artidjo bersama dua hakim agung lainnya, MS Lumme dan Mochammad Asikin, untuk menjatuhkan hukuman yang lebih berat.

Saat ini, MA juga tengah memeriksa perkara kasasi korupsi pegawai pajak lainnya dengan terdakwa Dhana Widyatmika, mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak. Pengadilan tipikor telah menjatuhkan pidana 7 tahun penjara karena Dhana terbukti menerima gratifikasi senilai Rp 2,75 miliar terkait dengan kepengurusan utang pajak PT Mutiara Virgo. Putusan ini diperbaiki oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dengan menambah hukuman Dhana menjadi 10 tahun penjara.

Putusan itu masih lebih rendah daripada tuntutan jaksa, yang meminta pengadilan menghukum Dhana 12 tahun penjara.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Setelah Jokowi Tak Lagi Dianggap sebagai Kader PDI-P...

Setelah Jokowi Tak Lagi Dianggap sebagai Kader PDI-P...

Nasional
Pengertian Lembaga Sosial Desa dan Jenisnya

Pengertian Lembaga Sosial Desa dan Jenisnya

Nasional
Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Nasional
Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Nasional
Soal Kemungkinan Ajak Megawati Susun Kabinet, TKN: Pak Prabowo dan Mas Gibran Tahu yang Terbaik

Soal Kemungkinan Ajak Megawati Susun Kabinet, TKN: Pak Prabowo dan Mas Gibran Tahu yang Terbaik

Nasional
PKS Siap Gabung, Gerindra Tegaskan Prabowo Selalu Buka Pintu

PKS Siap Gabung, Gerindra Tegaskan Prabowo Selalu Buka Pintu

Nasional
PKB Jaring Bakal Calon Kepala Daerah untuk Pilkada 2024, Salah Satunya Edy Rahmayadi

PKB Jaring Bakal Calon Kepala Daerah untuk Pilkada 2024, Salah Satunya Edy Rahmayadi

Nasional
Saat Cak Imin Berkelakar soal Hanif Dhakiri Jadi Menteri di Kabinet Prabowo...

Saat Cak Imin Berkelakar soal Hanif Dhakiri Jadi Menteri di Kabinet Prabowo...

Nasional
Prabowo Ngaku Disiapkan Jadi Penerus, TKN Bantah Jokowi Cawe-cawe

Prabowo Ngaku Disiapkan Jadi Penerus, TKN Bantah Jokowi Cawe-cawe

Nasional
Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Nasional
Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang 'Hoaks'

Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang "Hoaks"

Nasional
Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok 'Kepedasan' di Level 2

Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok "Kepedasan" di Level 2

Nasional
Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Nasional
Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Nasional
Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com