Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PK Sudjiono Timan Dinilai Mencurigakan

Kompas.com - 28/08/2013, 22:31 WIB
Ariane Meida

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Kepala Program Doktor dan Kepala Program Magister Ilmu Hukum Universitas Parahyangan Bandung, Asep Warlan Yusuf, mengatakan, pertimbangan hukum dalam prosedur pengajuan peninjauan kembali (PK) Sudjiono Timan layak dicurigai. Pasalnya, PK tersebut diajukan oleh istrinya, lalu terjadi pergantian majelis yang berbeda.

"Ini dipertanyakan orang, kenapa seperti ini prosedurnya? Ini mencurigakan, sangat mencurigakan bahwa orang yang DPO dan korupsi dengan mudah dibebaskan. Itu pasti mengganggu masyarakat," ujar Asep selepas acara Peluncuran dan Diskusi Buku Risalah Komisi Yudisial (KY), Rabu (28/8/2013), di Kantor KY, Jakarta Pusat.

Menurut Asep, penting untuk melakukan eksaminasi putusan dan para majelis hakim yang memberikan putusan tersebut. Pemeriksaan tersebut dilakukan oleh MA dengan bantuan dari KY. Harus diperiksa pula apakah ada intervensi dalam proses peradilan Sudjiono Timan tersebut.

"Tentu ada tahapan untuk mengkaji hakim dan putusannya. Dengan cara itu, kita bisa uji dan buktikan. Ini pentingnya pemeriksaan dari MA dan KY karena masyarakat sudah terlukai putusan PK seperti itu," tutur Asep.

Asep juga menyarankan agar pemeriksaan kasus ini tidak memakan waktu terlalu lama karena rentan dilupakan. "Kalau terlalu lama nanti jadi lupa mengutak-atik kasus ini. Kan banyak orang-orang yang sengaja berharap dan mengarahkan kasus pada penghapusan by time. Waktu yang menyelesaikan," tegas Asep.

Sudjiono Timan adalah Direktur Utama PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia, yang pada tingkat kasasi, terbukti bersalah melakukan korupsi dengan kerugian negara Rp 2 triliun. Perkara kasasi Sudjiono ini diputuskan pada 3 Desember 2004.

Saat jaksa akan mengeksekusi putusan kasasinya pada 7 Desember 2004, Sudjiono ternyata sudah kabur. Padahal, saat itu, dia sudah dikenakan pencekalan, bahkan paspornya sudah ditarik. Sejak itulah, dia masuk daftar pencarian orang dan belum pernah dicabut.

Pada tingkat kasasi, Sudjiono mendapat vonis penjara 15 tahun dan denda Rp 50 juta dengan keharusan membayar biaya pengganti Rp 369 miliar. Namun, pada 31 Juli 2013, MA mengabulkan permohonan PK yang diajukan oleh istri Sudjiono Timan dan menjatuhkan vonis bebas padanya.

Menurut hakim agung yang menjadi ketua pemeriksaan perkara PK Sudjiono, Agung Suhadi, majelis PK menemukan kekeliruan hukum yang nyata dalam putusan kasasi dari majelis kasasi yang dipimpin Bagir Manan.

"Di tingkat kasasi, Sudjiono Timan dihukum karena terbukti melakukan perbuatan melawan hukum (PMH). Namun, bukan PMH formal (melanggar peraturan perundang-undangan), melainkan PMH material, yaitu melanggar asas kepatutan," kata Suhadi, Kamis (22/8/2013), di Jakarta.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Nasional
Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Nasional
Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasional
Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Nasional
KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

Nasional
Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis 'Pernah', Apa Maknanya?

Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis "Pernah", Apa Maknanya?

Nasional
Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Nasional
Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Nasional
Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Nasional
Menlu Sebut Judi 'Online' Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Menlu Sebut Judi "Online" Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Nasional
PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi 'Effect'

PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi "Effect"

Nasional
Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Nasional
Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

Nasional
Ikut Kabinet atau Oposisi?

Ikut Kabinet atau Oposisi?

Nasional
Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com