Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Alasan Pemilihan Lahan Hambalang

Kompas.com - 18/12/2012, 18:39 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Adhyaksa Dault mengungkapkan, pemilihan lahan di Hambalang, Bogor, Jawa Barat sebagai lokasi pembangunan sekolah olahraga dilakukan oleh Direktur Jenderal Olahraga Kemenpora. Saat menjabat Menpora, Adhyaksa mengaku hanya dilapori mengenai hasil pemilihan lahan tersebut.

Berdasarkan keterangan Dirjen Olahraga saat itu, katanya, lahan di Hambalang dianggap cocok untuk sekolah atlet. "Bagus untuk VO2 max (konsumsi oksigen maksimal), bagus untuk sekolah atlet," kata Adhyaksa di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, seusai menjalani pemeriksaan, Selasa (18/2/2012).

Adhyaksa diperiksa sekitar enam jam sebagai saksi untuk tersangka kasus dugaan korupsi proyek Hambalang, mantan Menpora Andi Alfian Mallarangeng. Menurut Adhyaksa, saat dirinya menjabat, lahan seluas 32 hektar di Hambalang itu dianggap sebagai aset Kemenpora.

"Itu sudah dipagar, jadi bangunan kami, aset," ujarnya.

Namun, Adhyaksa mengatakan, sertifikat lahan itu belum juga keluar karena Probosutedjo selaku pemilik sebelumnya enggan melepaskan hak guna lahan kepada Kemenpora. Padahal, menurut Adhyaksa, hak guna usaha (HGU) Probosutedjo sudah mati pada 2002.

"HGU-nya Probo tahun 2002 sudah mati, habis, jadi tanah negara. Ternyata tanah Probo itu di Sentul, masuk jadi tanah negara. Jadi dalam masa jabatan saya tidak ada anggaran yang cair dan venue yang dibangun," ungkapnya.

Karena sertifikat lahan belum terbit, Adhyaksa memerintahkan agar pembangunan sekolah olahraga dengan anggaran Rp 125 miliar itu dihentikan. "Sampai akhir jabatan saya, tidak ada sertifikat karena Probosutedjo tidak mau lepas tanahnya," tambah dia.

Adhyaksa mengaku tidak tahu bagaimana kemudian sertifikat lahan Hambalang bisa diterbitkan dan alokasi anggarannya bertambah menjadi Rp 1,2 triliun.

Dalam kasus Hambalang, KPK menetapkan Andi serta Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kemenpora Deddy Kusdinar sebagai tersangka. Mereka diduga secara bersama-sama melakukan perbuatan melawan hukum dan penyalahgunaan wewenang untuk menguntungkan diri sendiri atau pihak lain, namun justru merugikan keuangan negara.

Terkait penyidikan ini, KPK sudah menjadwalkan pemeriksaan Probosutedjo sebagai saksi. Namun yang bersangkutan belum memenuhi panggilan pemeriksaan KPK dengan alasan sakit. Selain memeriksa Adhyaksa, KPK hari ini memanggil mantan Kepala Badan Pertanahan Nasional, Joyo Winoto sebagai saksi.

KPK juga memeriksa staf direktur pengaturan dan pengadaan tanah BPN yang bernama Swintang, serta Kepala Sub Bagian Tata Usaha Kepala BPN, Yuliarti Arsyad.

Berita terkait dapat diikuti dalam topik:
Skandal Proyek Hambalang

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

    Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

    Nasional
    Menlu Sebut Judi Online Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

    Menlu Sebut Judi Online Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

    Nasional
    PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi 'Effect'

    PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi "Effect"

    Nasional
    Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

    Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

    Nasional
    Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode Sejak Menang PIlpres 2019

    Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode Sejak Menang PIlpres 2019

    Nasional
    Ikut Kabinet atau Oposisi?

    Ikut Kabinet atau Oposisi?

    Nasional
    Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

    Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

    Nasional
    Said Abdullah Paparkan 2 Agenda PDI-P untuk Tingkatkan Kualitas Demokrasi Elektoral

    Said Abdullah Paparkan 2 Agenda PDI-P untuk Tingkatkan Kualitas Demokrasi Elektoral

    Nasional
    Halalbihalal dan Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin Ditunda Pekan Depan

    Halalbihalal dan Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin Ditunda Pekan Depan

    Nasional
    Hadiri KTT OKI, Menlu Retno Akan Suarakan Dukungan Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

    Hadiri KTT OKI, Menlu Retno Akan Suarakan Dukungan Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

    Nasional
    PM Singapura Bakal Kunjungi RI untuk Terakhir Kali Sebelum Lengser

    PM Singapura Bakal Kunjungi RI untuk Terakhir Kali Sebelum Lengser

    Nasional
    Pengamat: Prabowo-Gibran Butuh Minimal 60 Persen Kekuatan Parlemen agar Pemerintah Stabil

    Pengamat: Prabowo-Gibran Butuh Minimal 60 Persen Kekuatan Parlemen agar Pemerintah Stabil

    Nasional
    Timnas Kalahkan Korea Selatan, Jokowi: Pertama Kalinya Indonesia Berhasil, Sangat Bersejarah

    Timnas Kalahkan Korea Selatan, Jokowi: Pertama Kalinya Indonesia Berhasil, Sangat Bersejarah

    Nasional
    Jokowi Minta Menlu Retno Siapkan Negosiasi Soal Pangan dengan Vietnam

    Jokowi Minta Menlu Retno Siapkan Negosiasi Soal Pangan dengan Vietnam

    Nasional
    Ibarat Air dan Minyak, PDI-P dan PKS Dinilai Sulit untuk Solid jika Jadi Oposisi Prabowo

    Ibarat Air dan Minyak, PDI-P dan PKS Dinilai Sulit untuk Solid jika Jadi Oposisi Prabowo

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com