Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peradilan Bisa Berjalan Tanpa Nunun

Kompas.com - 25/05/2011, 09:23 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Pengamat hukum pidana Universitas Indonesia, Gandjar Laksamana Bonaprapta, mengatakan, meskipun tanpa kehadiran tersangka Nunun Nurbaeti, Komisi Pemberantasan Korupsi bisa melanjutkan proses hukum kasus dugaan suap pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia tahun 2004 hingga ke pengadilan. Nunun dijerat pasal penyuapan karena diduga memberikan cek perjalanan melalui Arie Malangjudo kepada 26 anggota DPR periode 1999-2004. Para tersangka penerima suap telah menjalani proses hukum. Oleh karena itu, menurut Gandjar, Nunun yang diduga sebagai penyuap bisa ikut dijerat berdasarkan keterangan tersangka penerima suap.

"Dari awal kasus ini dulu saya sudah pernah menyatakan, tanpa Nunun pun sebenarnya sudah jelas, ketahuan dari pengakuan tersangka yang lain. Jelas ada penerima suap, berarti ada pemberi suapnya. Tidak perlu mencari jauh-jauh lagi kalau sudah ketahuan dari dakwaan tersangka lain kalau Nunun yang diduga memberikan. Jadi, tidak perlu menunggu lagi. Apalagi dia juga sudah menjadi tersangka," ujar Gandjar saat dihubungi Kompas.com, Rabu (25/5/2011).

Gandjar menuturkan, jika Nunun Nurbaeti tetap tidak hadir dalam pemeriksaan hingga akan naik kasus tersebut di sidang pengadilan, bisa dilakukan sidang pengadilan tanpa kehadiran Nunun sebagai tersangka, yang disebut pengadilan in absentia.

"Ditunggu tidak datang, ya tetap bisa diadakan sidang pengadilan kasus Nunun. Bisa disidangkan tanpa kehadirannya. Karena dia sebagai tersangka tapi dipanggil tidak hadir terus, bisa jadi in absentia. Pengadilan tapi tidak ada orangnya yang menjadi tersangka," jelas Gandjar.

Pengadilan in absentia adalah upaya mengadili seseorang dan menghukumnya tanpa kehadiran terdakwa. Aturan mengenai in absentia ini ada dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana Indonesia, tidak diatur secara detail kecuali di dalam Pasal 196 dan 214 yang mengandung pengaturan terbatas mengenai peradilan in absentia. Peradilan in absentia harus memenuhi beberapa kriteria, antara lain karena terdakwa tinggal atau pergi ke luar negeri. Selain itu, Gandjar menjelaskan, in absentia bisa dilakukan jika tersangka melarikan diri dan sakit. Bisa juga dilakukan jika terdakwa tidak hadir di sidang pengadilan tanpa alasan yang jelas walaupun telah dipanggil secara sah sesuai dengan Pasal 38 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

"Jadi, di pengadilan in absentia, pengadilan bisa memutuskan berapa tahun hukumannya meskipun tidak ada terdakwanya. Meskipun melarikan diri, dia tetap akan dijerat hukuman. Jika ia ditemukan KPK atau sembuh sakitnya, tetapi masa berlaku jalannya hukuman masih ada, berarti ia harus menjalani hukuman itu sesuai dengan yang ditetapkan pengadilan," papar Gandjar.

Oleh sebab itu, Gandjar menyarankan, sebaiknya Nunun menyerahkan diri dan membiarkan proses hukum yang dijalankan KPK berjalan semestinya. Jika tidak, menurut dia, justru akan menyusahkan Nunun karena ia tidak hadir dalam pengadilannya untuk memberikan pembelaan atas dirinya sendiri. Ia harus mengikuti hasil keputusan pengadilan sepenuhnya jika ia tetap tidak hadir.

"Makanya dia (Nunun) datang dong, daripada kabur atau menghilang, bisa lebih banyak lagi hukumannya," ujar Gandjar.

Penetapan tersangka Nunun sudah dilakukan KPK sejak Februari lalu dan diungkapkan Ketua KPK Busyro Muqoddas dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR, Senin lalu. Nunun dijerat sebagai tersangka karena melakukan penyuapan, yaitu Pasal 5 Ayat (1) Huruf b dan atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam Pasal 5 Ayat (1) Huruf b UU Tipikor disebutkan bahwa setiap orang yang memberikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan dalam jabatannya, diancam tindak pidana kurungan maksimal lima tahun penjara.

"Yang bersangkutan diduga memberi sesuatu kepada anggota DPR periode 1999-2004 terkait pemilihan DGS BI," ujar Juru Bicara KPK Johan Budi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com