Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Amendemen, Yusril: Biarkan Presiden dan Wakil Presiden Dipilih Rakyat

Kompas.com - 10/06/2024, 18:51 WIB
Adhyasta Dirgantara,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Guru besar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra menilai, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) tidak tepat membahas amendemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 pada saat ini. 

Terlebih, salah satu klausul yang hendak dibahas yaitu mengenai sistem pemilihan presiden dan wakil presiden, yang sejak 20 tahun terakhir dilakukan secara langsung. 

"Karena sudah berjalan sejak tahun 2004, maka pilpres langsung oleh rakyat biarkanlah berjalan sebagaimana mestinya. Kurang tepat juga jika MPR membahas masalah tersebut, sementara Presiden dan Wakil Presiden terpilih dalam pemilihan langsung belum dilantik," ujar Yusril saat dimintai konfirmasi Kompas.com, Senin (10/6/2024).

"Hemat saya, biarkan saja Presiden dan Wakil Presiden dipilih langsung oleh rakyat, tetapi mekanisme pemilihannya perlu pengaturan lebih banyak di dalam UUD, dibanding aturan yang ada sekarang, yang lebih banyak mendelegasikannya kepada undang-undang," sambungnya.

Baca juga: Wacana Amendemen UUD 1945, Cak Imin Singgung Pemilihan Presiden Kembali Lewat MPR

Menurut Yusril, UUD harus tegas menyatakan bahwa calon presiden dan wakil presiden dicalonkan oleh parpol peserta pemilu, tanpa ada pembatasan presidential threshold yang ada sekarang ini.

Apalagi, kata dia, presidential threshold-nya itu didasarkan pada hasil pemilu lima tahun sebelumnya.

"Hal-hal seperti ini yang harus dibenahi di tahun-tahun mendatang, agar demokrasi kita berjalan sehat dan tidak berubah menjadi oligarki," jelas Yusril.

"Kalau UUD sudah menegaskan bahwa pasangan calon presiden dan wapres diajukan oleh parpol peserta pemilu, maka threshold sebenarnya sudah tidak ada. Bisa juga ditegaskan dalam pengaturan bahwa threshold tidak ada lagi," imbuhnya.

Baca juga: Dilaporkan ke MKD karena Isu Amendemen UUD 1945, Bamsoet: Senyumin Aja

Sebelumnya, Ketua MPR Bambang Soesatyo atau Bamsoet mengatakan bahwa proses amendemen Undang-undang Dasar (UUD) 1945 akan bergantung pada setiap pimpinan partai politik di parlemen.

Sebab, amendemen UUD baru bisa dilakukan atas persetujuan fraksi partai politik di DPR, serta anggota DPD.

"Menurut saya, ini sangat tergantung pada pimpinan partai politik," kata Bamsoet saat ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (5/6/2024), usai menerima mantan Ketua MPR Amien Rais.

Bamsoet mengatakan, MPR akan mengembalikan rencana amendemen untuk didiskusikan pada pimpinan partai politik.

Dia mengungkap komposisi partai politik di parlemen ke depan, kemungkinan ada delapan atau sembilan, dengan tambahan dari DPD.

Baca juga: Klarifikasi Ketua MPR soal Semua Fraksi di DPR Setuju Amendemen UUD 1945

Namun, ia yakin bahwa setiap pimpinan partai politik menyetujui amendemen yang membuka kemungkinan untuk mengembalikan sistem pemilihan presiden, dari langsung dipilih rakyat menjadi dipilih MPR.

Sebab, setiap pimpinan parpol sudah merasakan langsung pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 yang brutal. , setiap pimpinan parpol sudah merasakan langsung pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 yang brutal.

"Saya yakin dan percaya mereka semua merasakan apa yang menjadi kekhawatiran kita hari ini, mereka mengalami pemilu kemarin sangat brutal. Yang sangat mahal, transaksional yang tidak masuk di akal," imbuh Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Eks Penyidik Ingatkan KPK Jangan Terlalu Umbar Informasi soal Harun Masiku ke Publik

Eks Penyidik Ingatkan KPK Jangan Terlalu Umbar Informasi soal Harun Masiku ke Publik

Nasional
Polri Sebut Penangkapan Pegi Setiawan Tak Gampang, Pindah Tempat hingga Ubah Identitas

Polri Sebut Penangkapan Pegi Setiawan Tak Gampang, Pindah Tempat hingga Ubah Identitas

Nasional
Kisruh PBB, Afriansyah Noor Disebut Tolak Tawaran Jadi Sekjen Fahri Bachmid

Kisruh PBB, Afriansyah Noor Disebut Tolak Tawaran Jadi Sekjen Fahri Bachmid

Nasional
Ikuti Perintah SYL Kumpulkan Uang, Eks Sekjen Kementan Mengaku Takut Kehilangan Jabatan

Ikuti Perintah SYL Kumpulkan Uang, Eks Sekjen Kementan Mengaku Takut Kehilangan Jabatan

Nasional
Antisipasi Karhutla, BMKG Bakal Modifikasi Cuaca di 5 Provinsi

Antisipasi Karhutla, BMKG Bakal Modifikasi Cuaca di 5 Provinsi

Nasional
Hargai Kerja Penyidik, KPK Enggan Umbar Detail Informasi Harun Masiku

Hargai Kerja Penyidik, KPK Enggan Umbar Detail Informasi Harun Masiku

Nasional
Polri: Ada Saksi di Sidang Pembunuhan Vina yang Dijanjikan Uang oleh Pihak Pelaku

Polri: Ada Saksi di Sidang Pembunuhan Vina yang Dijanjikan Uang oleh Pihak Pelaku

Nasional
Siapa Cawagub yang Akan Dampingi Menantu Jokowi, Bobby Nasution di Pilkada Sumut 2024?

Siapa Cawagub yang Akan Dampingi Menantu Jokowi, Bobby Nasution di Pilkada Sumut 2024?

Nasional
Kementan Beli Rompi Anti Peluru untuk SYL ke Papua

Kementan Beli Rompi Anti Peluru untuk SYL ke Papua

Nasional
Polri Tolak Gelar Perkara Khusus bagi Pegi Setiawan

Polri Tolak Gelar Perkara Khusus bagi Pegi Setiawan

Nasional
Soal Target Penangkapan Harun Masiku, KPK: Lebih Cepat, Lebih Baik

Soal Target Penangkapan Harun Masiku, KPK: Lebih Cepat, Lebih Baik

Nasional
Golkar: Warga Jabar Masih Ingin Ridwan Kamil jadi Gubernur 1 Periode Lagi

Golkar: Warga Jabar Masih Ingin Ridwan Kamil jadi Gubernur 1 Periode Lagi

Nasional
Menko Polhukam Sebut Situs Judi “Online” Susupi Laman-laman Pemerintah Daerah

Menko Polhukam Sebut Situs Judi “Online” Susupi Laman-laman Pemerintah Daerah

Nasional
Pengacara Staf Hasto Klaim Penyidik KPK Minta Maaf

Pengacara Staf Hasto Klaim Penyidik KPK Minta Maaf

Nasional
SYL Disebut Minta Anak Buah Tak Layani Permintaan Atas Namanya

SYL Disebut Minta Anak Buah Tak Layani Permintaan Atas Namanya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com