JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) mengingatkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak mengulangi kesalahan yang sama dalam membentuk panitia seleksi calom mpinan (capim) dan Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Hal ini disampaikan peneliti ICW Kurnia Ramadhana berkaca dari pansel capim KPK pada 2019 lalu yang menurutnya sarat masalah.
“Mulai dari indikasi konflik kepentingan, mengesampingkan nilai integritas saat proses penjaringan, dan tidak mengakomodir masukan masyarakat,” kata Kurnia dalam keterangan tertulisnya kepada Kompas.com, Kamis (9/5/2024).
Kurnia menuturkan, hasil kinerja pansel pada lima tahun lalu saat ini sudah dirasakan banyak pihak, mulai dari kinerja KPK yang buruk dalam penegakan hukum dan tata kelola kelembagaan.
Baca juga: Istana Sebut Pansel Capim KPK Diumumkan Mei ini
Kurnia lantas menyinggung dua pimpinan KPK yang tersandung masalah etik yakni eks Ketua KPK Firli Bahuri dan Lili Pintauli Siregar. Firli bahkan berstatus sebagai tersangka dugaan korupsi.
“Ini tentu menjadi bukti konkret betapa buruknya proses seleksi pimpinan KPK periode sebelumnya,” ujar Kurnia.
ICW mengingatkan, terdapat tiga hal yang harus diperhatikan Jokowi dalam membentuk Pansel Pimpinan dan Dewas KPK.
Jokowi harus menunjuk sosok yang memahami situasi pemberantasan korupsi di Indonesia, termasuk mengenai persoalan yang mengguncang KPK beberapa waktu terakhir.
“Sehingga, orientasi kerja Pansel berbasis realita permasalahan sebenarnya,” kata Kurnia.
Selain itu, Jokowi juga mesti memperhatikan betul integritas calon anggota pansel dengan mengecek riwayat hukum dan etika mereka.
Baca juga: Istana Pastikan Pansel Capim KPK Segera Dibentuk
ICW meragukan pimpinan dan Dewas KPK akan bersih jika pansel yang memilih mereka memiliki catatan buruk.
Faktor lainnya adalah anggota pansel yang dipilih harus terbebas dari konflik kepentingan.
Kurnia menyebutkan, Jokowi harus memperhatikan latar belakang para kandidat. Figur calon pansel sebaiknya tidak memiliki relasi dengan institusi negara maupun kelompok politik tertentu.
“Jangan sampai pansel yang terpilih justru memiliki afiliasi khusus dan memanfaatkan proses seleksi sebagai sarana meloloskan kandidat tertentu,” tutur Kurnia.
Pansel capim KPK 2019 lalu dikritik banyak pihak karena dinilai kontroversial mengabaikan banyak masukan masyarakat karena tetap meloloskan calon-calon bermasalah.