PRESIDEN China, Xi Jinping, mengundang Presiden terpilih Indonesia, Prabowo Subianto, untuk berkunjung ke Tiongkok.
Peristiwa ini bukan sekadar formalitas diplomatik, melainkan sinyal potensi pergeseran lanskap geopolitik di Asia Tenggara.
Langkah China ini memiliki dampak luas bagi posisi Indonesia di kawasan, hubungannya dengan negara-negara besar, dan dinamika sengketa di Laut China Selatan.
Kunjungan Prabowo ke China pada 31 Maret hingga 2 April 2024, menarik perhatian karena beberapa alasan.
Pertama, undangan ini diberikan saat Presiden Joko Widodo masih menjabat, memunculkan pertanyaan tentang waktu undangan tersebut.
Apakah ini merupakan sinyal bahwa China sedang mempersiapkan diri untuk era pasca-Jokowi di Indonesia? Ataukah ini menunjukkan keinginan China membangun hubungan baik dengan Prabowo, yang memiliki latar belakang sebagai mantan menantu Presiden Suharto dan bagian dari rezim Orde Baru dengan sejarah anti-komunis terhadap China dan Uni Soviet?
Kondisi ini semakin menarik mengingat Prabowo pernah dilarang memasuki Amerika Serikat, larangan yang dicabut pada tahun 2020, dan proses pemulihan reputasinya di kancah internasional.
Pertanyaan yang muncul adalah, apakah setelah dilantik nanti, Indonesia akan lebih dekat ke China atau Prabowo tetap bisa menjaga dan menjalankan doktrin politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif?
Di sisi lain, ketika Prabowo menerima undangan Xi, membuka kesempatan bagi komunikasi langsung antara dirinya dan China. Hal ini terjadi tanpa melibatkan Presiden Jokowi sebagai perantara.
Otonomi ini penting bagi Prabowo untuk menegaskan kepemimpinannya dan menentukan jalannya di kancah internasional.
Dukungan dari Jokowi, yang menekankan kontinuitas, merupakan pedang bermata dua. Meskipun menandakan stabilitas, ini juga berisiko yang membuat Prabowo hanya menjadi perpanjangan dari kebijakan Jokowi.
Prabowo harus menemukan keseimbangan antara kontinuitas dan perubahan untuk menavigasi hubungan luar negeri Indonesia yang rumit.
Geopolitik kunjungan Prabowo melampaui hubungan bilateral dengan China. Ini mencerminkan kalibrasi ulang kebijakan luar negeri Indonesia di tengah pergeseran dinamika kekuatan global.
ASEAN menjadi titik fokus persaingan antara AS dan China, dan sikap Indonesia di bawah Prabowo akan penting dalam membentuk keseimbangan regional.
Diplomasi Prabowo akan diuji ketika ia berusaha mempertahankan otonomi strategis Indonesia sambil meningkatkan posisinya di kawasan dan global.