Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Partai Buruh Nilai MK Tak Tegas dan Ulur Waktu soal Ambang Batas Parlemen

Kompas.com - 01/03/2024, 19:32 WIB
Vitorio Mantalean,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Partai Buruh menilai bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 116/PUU-XXI/2023 tentang ambang batas parlemen tidak tegas dan mengulur-ulur waktu

Ketua Tim Khusus Pemenangan Partai Buruh, Said Salahuddin, menyebut bahwa sikap MK mengembalikan penghitungan ambang batas parlemen ke pembentuk undang-undang tak mencerminkan putusan sebuah lembaga peradilan yang bersifat final dan berpijak pada konstitusi.

"Kalau bicara parliamentary threshold, cuma persoalan boleh atau tidak boleh. Kalau dia bilang boleh, jangan lagi dia bilang segini ketinggian dan kerendahan," ujar Said kepada Kompas.com, Jumat (1/3/2024).

Baca juga: Sekjen PKB Nilai Putusan MK soal Ambang Batas Parlemen Ambigu

Ia mempertanyakan, bagiamana jika nanti pemerintah dan DPR sekadar menggugurkan kewajiban untuk mencari rasionalisasi suatu angka ambang batas parlemen.

Katakanlah, kata dia, ambang batas parlemen diturunkan dari 4 persen seperti saat ini menjadi 3,9 persen pada Pileg 2029.

"Kalau seperti itu, ambang batas parlemen konstitusional atau inkonstitusional?" ujar Said.

"Menurut saya ini keputusan yang tidak pantas diberikan tepukan tangan karena tetap saja tidak ajeg untuk menyatakan (ambang batas parlemen) konstitisonal atau inkonstitusional," imbuhnya.

Sejak lama, kata dia, Partai Buruh menganggap bahwa ambang batas parlemen tidak tepat dan seharusnya dihapus.

Baca juga: MK Tegaskan Pilkada 2024 Tetap November, Mahfud: Bagus, Cegah Dugaan Intervensi Jokowi

 


Menurut partai politik bernomor urut 6 itu, sepanjang perolehan suara suatu partai politik dapat dikonversi menjadi kursi di parlemen berdasarkan metode yang sah, maka seharusnya tidak boleh ada penghalang apapun untuk partai politik tersebut mengamankan kursinya.

Karena, jika dihalangi oleh hal semacam ambang batas parlemen, maka akan ada banyak suara sah dan aspirasi pemilih yang terbuang, padahal sebetulnya memenuhi syarat berdasarkan metode ilmiah konversi kursi.

Said memaparkan, partainya lebih setuju agar ambang batas diterapkan untuk pembentukan fraksi.

Sehingga, partai-partai dengan suara dan kursi minim tetap dapat duduk di parlemen, namun harus beraliansi dengan partai-partai senasib untuk membangun suatu fraksi.

Baca juga: MK Perintahkan Ambang Batas Parlemen 4 Persen Diubah, Pakar: Memungkinkan Dihapus

"Cukup MK mengatakan, threshold diperlukan tapi letaknya bukan pada konversi suara menjadi kursi, tapi ketika orang terpilih duduk di dewan ada pembatasan sehingga tidak mungkin 1 fraksi bisa menggagalkan satu program dengan modal hanya satu orang," jelas ahli pemilu itu.

"Yang kedua, kenapa baru diputus sekarang, padahal sidang-sidangnya sudah lama? Kenapa baru diputus setelah pemilunya usai?" lanjut Said.

Ia mempersoalkan alasan MK baru memutus perkara ini setelah Pileg 2024 beres.

"MK punya waktu yang cukup panjang untuk memutus sebelum pemungutan suara," tutupnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

PKS Klaim Punya Hubungan Baik dengan Prabowo, Tak Sulit jika Mau Koalisi

PKS Klaim Punya Hubungan Baik dengan Prabowo, Tak Sulit jika Mau Koalisi

Nasional
Tak Copot Menteri PDI-P, Jokowi Dinilai Pertimbangkan Persepsi Publik

Tak Copot Menteri PDI-P, Jokowi Dinilai Pertimbangkan Persepsi Publik

Nasional
Pengamat: Yang Berhak Minta PDI-P Cabut Menteri Hanya Jokowi, TKN Siapa?

Pengamat: Yang Berhak Minta PDI-P Cabut Menteri Hanya Jokowi, TKN Siapa?

Nasional
Klarifikasi Unggahan di Instagram, Zita: Postingan Kopi Berlatar Belakang Masjidilharam untuk Pancing Diskusi

Klarifikasi Unggahan di Instagram, Zita: Postingan Kopi Berlatar Belakang Masjidilharam untuk Pancing Diskusi

Nasional
PDI-P “Move On” Pilpres, Fokus Menangi Pilkada 2024

PDI-P “Move On” Pilpres, Fokus Menangi Pilkada 2024

Nasional
Sandiaga Usul PPP Gabung Koalisi Prabowo-Gibran, Mardiono: Keputusan Strategis lewat Mukernas

Sandiaga Usul PPP Gabung Koalisi Prabowo-Gibran, Mardiono: Keputusan Strategis lewat Mukernas

Nasional
Rakernas PDI-P Akan Rumuskan Sikap Politik Usai Pilpres, Koalisi atau Oposisi di Tangan Megawati

Rakernas PDI-P Akan Rumuskan Sikap Politik Usai Pilpres, Koalisi atau Oposisi di Tangan Megawati

Nasional
Bareskrim Periksa Eks Gubernur Bangka Belitung Erzaldi Rosman Terkait Kasus Dokumen RUPSLB BSB

Bareskrim Periksa Eks Gubernur Bangka Belitung Erzaldi Rosman Terkait Kasus Dokumen RUPSLB BSB

Nasional
Lempar Sinyal Siap Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Kita Ingin Berbuat Lebih untuk Bangsa

Lempar Sinyal Siap Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Kita Ingin Berbuat Lebih untuk Bangsa

Nasional
Anies: Yang Lain Sudah Tahu Belok ke Mana, Kita Tunggu PKS

Anies: Yang Lain Sudah Tahu Belok ke Mana, Kita Tunggu PKS

Nasional
Nasdem: Anies 'Top Priority' Jadi Cagub DKI

Nasdem: Anies "Top Priority" Jadi Cagub DKI

Nasional
Sekjen PDI-P: Banyak Pengurus Ranting Minta Pertemuan Megawati-Jokowi Tak Terjadi

Sekjen PDI-P: Banyak Pengurus Ranting Minta Pertemuan Megawati-Jokowi Tak Terjadi

Nasional
Bisa Tingkatkan Kualitas dan Kuantitas Hakim Perempuan, Ketua MA Apresiasi Penyelenggaraan Seminar Internasional oleh BPHPI

Bisa Tingkatkan Kualitas dan Kuantitas Hakim Perempuan, Ketua MA Apresiasi Penyelenggaraan Seminar Internasional oleh BPHPI

Nasional
Jelang Pemberangkatan Haji, Fahira Idris: Kebijakan Haji Ramah Lansia Harap Diimplementasikan secara Optimal

Jelang Pemberangkatan Haji, Fahira Idris: Kebijakan Haji Ramah Lansia Harap Diimplementasikan secara Optimal

Nasional
Anies Tak Mau Berandai-andai Ditawari Kursi Menteri oleh Prabowo-Gibran

Anies Tak Mau Berandai-andai Ditawari Kursi Menteri oleh Prabowo-Gibran

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com