JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Hasanuddin Wahid mempertanyakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang meminta ambang batas parlemen atau parliamentary threshold diatur ulang.
Menurutnya, MK menunjukkan sikap yang anomali karena pernah menolak gugatan uji materi yang diajukan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang meminta ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold diturunkan.
“Parliamentary threshold minta diturunkan tapi presidential threshold enggak (diturunkan) itu bagaimana maksudnya itu?” ujar Hasanuddin pada Kompas.com, Jumat (1/3/2024).
Baca juga: Soal Putusan MK, Mahfud: Berlaku 2029, Parpol yang Sekarang 2 Persen Jangan Mimpi Masuk Parlemen
Baginya, sikap MK tak selaras ketika menerima uji materi soal penurunan ambang batas parlemen dengan ketika menolak uji materi ambang batas pencalonan presiden.
Padahal, salah satu alasan MK mengabulkan uji materi penurunan ambang batas parlemen adalah tidak sejalan dengan kedaulatan rakyat.
“MK menolak itu kan presidential threshold diturunkan, tapi untuk ini dia mengabulkan, kan itu ambigu. Enggak selaras dong, katanya kedaulatan rakyat, kalau 20 persen presidential threshold itu enggak sesuai keinginan rakyat, sama, kalau pakai alasan yang sama untuk PT parlemen dengan presidential threshold ambigu,” papar dia.
Baca juga: Kejagung: Putusan MK soal Jaksa Agung Tak Boleh dari Parpol Perkuat Independensi Kejaksaan
Hasanuddin pun enggan menanggapi lebih lanjut putusan MK tersebut. Baginya, lebih baik publik menanyakan langsung pada MK kenapa memiliki pandangan yang berbeda terkait gugatan uji materi ambang batas parlemen dan presiden.
“Lha tanyakan MK yang bikin (putusan) mereka. Kenapa kalau PT untuk presiden enggak mau turun, tapi untuk parlemen turun,” imbuh dia.
Adapun MK meminta ambang batas parlemen diatur ulang dari ketentuan saat ini sebesar 4 persen.
Namun, keputusan itu tidak berlaku untuk Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024 yang sudah berjalan. Putusan itu baru berlaku nanti pada Pileg 2029.
Selain itu, MK meminta putusan itu dieksekusi dengan cara merevisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Revisi diserahkan pada pembuat undang-undang.
Baca juga: MK Tegaskan Tak Hapus Parliamentary Threshold, tetapi Minta Diatur Ulang agar Rasional
Namun, MK meminta proses revisi itu mempertimbangkan 5 syarat, yaitu:
1. Didesain untuk digunakan secara berkelanjutan
2. Perubahan norma ambang batas parlemen termasuk besaran angka atau persentase ambang batas parlemen tetap dalam bingkai menjaga proporsionalitas sistem Pemilu proporsional, terutama untuk mencegah besarnya jumlah suara yang tidak dapat dikonversi menjadi kursi DPR.
3. Perubahan harus ditempatkan dalam rangka untuk mewujudkan penyederhanaan parpol
4. Perubahan telah selesai sebelum dimulai tahapan penyelenggaran Pemilu 2029
5. Perubahan melibatkan semua kalangan yang memiliki perhatian terhadap penyelanggaraan Pemilihan Umum dengan menerapkan sistem partisipasi publik yang bermakna termasuk melibatkan parpol peserta Pemilu yang tidak memiliki perwakilan di DPR.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.