Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sekjen PKB Nilai Putusan MK soal Ambang Batas Parlemen Ambigu

Kompas.com - 01/03/2024, 16:50 WIB
Tatang Guritno,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Hasanuddin Wahid mempertanyakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang meminta ambang batas parlemen atau parliamentary threshold diatur ulang.

Menurutnya, MK menunjukkan sikap yang anomali karena pernah menolak gugatan uji materi yang diajukan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang meminta ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold diturunkan.

Parliamentary threshold minta diturunkan tapi presidential threshold enggak (diturunkan) itu bagaimana maksudnya itu?” ujar Hasanuddin pada Kompas.com, Jumat (1/3/2024).

Baca juga: Soal Putusan MK, Mahfud: Berlaku 2029, Parpol yang Sekarang 2 Persen Jangan Mimpi Masuk Parlemen

Baginya, sikap MK tak selaras ketika menerima uji materi soal penurunan ambang batas parlemen dengan ketika menolak uji materi ambang batas pencalonan presiden.

Padahal, salah satu alasan MK mengabulkan uji materi penurunan ambang batas parlemen adalah tidak sejalan dengan kedaulatan rakyat.

“MK menolak itu kan presidential threshold diturunkan, tapi untuk ini dia mengabulkan, kan itu ambigu. Enggak selaras dong, katanya kedaulatan rakyat, kalau 20 persen presidential threshold itu enggak sesuai keinginan rakyat, sama, kalau pakai alasan yang sama untuk PT parlemen dengan presidential threshold ambigu,” papar dia.

Baca juga: Kejagung: Putusan MK soal Jaksa Agung Tak Boleh dari Parpol Perkuat Independensi Kejaksaan

Hasanuddin pun enggan menanggapi lebih lanjut putusan MK tersebut. Baginya, lebih baik publik menanyakan langsung pada MK kenapa memiliki pandangan yang berbeda terkait gugatan uji materi ambang batas parlemen dan presiden.

“Lha tanyakan MK yang bikin (putusan) mereka. Kenapa kalau PT untuk presiden enggak mau turun, tapi untuk parlemen turun,” imbuh dia.

Adapun MK meminta ambang batas parlemen diatur ulang dari ketentuan saat ini sebesar 4 persen.

Namun, keputusan itu tidak berlaku untuk Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024 yang sudah berjalan. Putusan itu baru berlaku nanti pada Pileg 2029.

Selain itu, MK meminta putusan itu dieksekusi dengan cara merevisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Revisi diserahkan pada pembuat undang-undang.

Baca juga: MK Tegaskan Tak Hapus Parliamentary Threshold, tetapi Minta Diatur Ulang agar Rasional

Namun, MK meminta proses revisi itu mempertimbangkan 5 syarat, yaitu:

1. Didesain untuk digunakan secara berkelanjutan

2. Perubahan norma ambang batas parlemen termasuk besaran angka atau persentase ambang batas parlemen tetap dalam bingkai menjaga proporsionalitas sistem Pemilu proporsional, terutama untuk mencegah besarnya jumlah suara yang tidak dapat dikonversi menjadi kursi DPR.

3. Perubahan harus ditempatkan dalam rangka untuk mewujudkan penyederhanaan parpol

4. Perubahan telah selesai sebelum dimulai tahapan penyelenggaran Pemilu 2029

5. Perubahan melibatkan semua kalangan yang memiliki perhatian terhadap penyelanggaraan Pemilihan Umum dengan menerapkan sistem partisipasi publik yang bermakna termasuk melibatkan parpol peserta Pemilu yang tidak memiliki perwakilan di DPR.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Nasional
Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Nasional
Menko Polhukam Harap Perpres 'Publisher Rights' Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Menko Polhukam Harap Perpres "Publisher Rights" Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Nasional
Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Nasional
Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Nasional
Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Nasional
Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Nasional
KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

Nasional
Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Nasional
Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Nasional
Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Nasional
Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com