JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum pemilu Universitas Indonesia Titi Anggraini menilai, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal perubahan ambang batas parlemen atau parliamentary threshold 4 persen cukup progresif.
Putusan ini dianggap menjadi solusi atas banyaknya suara pemilih yang terbuang pada pemilu akibat partai politik yang dipilih tak lolos ambang batas parlemen.
“Putusan tersebut cukup progresif dan moderat dalam mengatasi problem akibat pemberlakuan ambang batas parlemen yang selama ini mengakibatkan banyak suara sah pemilih yang terbuang dan tidak bisa dikonversi menjadi kursi, sehingga ada masalah dalam proporsionaliotas hasil pemilu,” kata Titi kepada Kompas.com, Jumat (1/3/2024).
Menurut Titi, putusan MK ini cukup komprehensif lantaran mempertimbangkan aspek kedaulatan rakyat, keadilan pemilu, dan kepastian hukum.
Baca juga: MK Tutup Pintu Upaya Utak-atik Jadwal Pilkada Serentak?
Dengan putusan ini, parlemen diyakini lebih inklusif. Keragaman politik di masyarakat juga lebih terwadahi karena setiap suara rakyat dibuat bermakna.
“Mestinya putusan ini disambut baik oleh semua pihak karena telah mengembalikan konsistensi desain sistem pemilu proporsional yang dianut Indonesia dan menempatkan kemurnian dan koridor kedaulatan rakyat sebagai panduan dalam praktik pemilu,” ujar Titi.
Sebagaimana putusan MK, Titi mengingatkan, ke depan, perubahan ambang batas parlemen oleh DPR harus mematuhi norma Pasal 414 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Pertama, perubahan ambang batas parlemen didesain untuk digunakan secara berkelanjutan. Kedua, perubahan harus menjaga proporsionalitas sistem pemilu proporsional, terutama untuk mencegah besarnya jumlah suara yang tidak dapat dikonversi menjadi kursi DPR.
Perubahan parliamentary threshold juga harus ditempatkan dalam rangka mewujudkan
penyerderhanaan partai politik.
Selain itu, perubahan ambang batas parlemen wajib melibatkan semua kalangan yang memiliki perhatian terhadap penyelenggaraan pemilu dengan menerapkan prinsip partisipasi publik yang bermakna, termasuk partai politik peserta pemilu yang tidak memiliki perwakilan di DPR.
“Perubahan telah selesai sebelum dimulainya tahapan penyelenggaraan Pemilu 2029,” tutur Titi.
Sebelumnya diberitakan, MK mengabulkan sebagian gugatan ambang batas parlemen sebesar 4 persen yang dimuat Pasal 414 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Perkara yang terdaftar dengan nomor 116/PUU-XXI/2023 ini diajukan oleh Ketua Pengurus Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati dan Bendahara Pengurus Yayasan Perludem Irmalidarti.
Dalam putusannya, MK menyatakan norma Pasal 414 ayat (1) UU Pemilu atau ambang batas parlemen 4 persen tetap konstitusional sepanjang tetap berlaku untuk Pemilu DPR tahun 2024.
Baca juga: Putusan MK: Ambang Batas Parlemen 4 Persen Harus Diubah Sebelum Pemilu 2029
Lalu, MK menyatakan aturan itu konstitusional bersyarat untuk diberlakukan pada Pemilu DPR tahun 2029 dan pemilu berikutnya sepanjang telah dilakukan perubahan dengan berpedoman pada beberapa syarat yang sudah ditentukan.
Dengan kata lain, MK menyebut ambang batas 4 persen harus diubah sebelum Pemilu serentak tahun 2029. Ambang batas 4 persen tetap berlaku di Pemilu selanjutnya jika pengaturannya diubah.
“Dalam pokok permohonan; satu, mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Suhartoyo membacakan putusan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (29/2/2023).
“Menyatakan norma pasal 414 ayat (1) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu adalah konstitusional sepanjang tetap berlaku untuk pemilu DPR 2024 dan konstitusional bersyarat untuk diberlakukan pada pemilu DPR 2029 dan Pemilu berikutnya sepanjang telah dilakukan perubahan,” tutur Suhartoyo.
Hakim Konstitusi Saldi Isra menyampaikan, MK menyerahkan perubahan ambang batas parlemen kepada pembentuk Undang-Undang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.