JAKARTA, KOMPAS.com - Keputusan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mengguyur masyarakat dengan berbagai jenis bantuan sosial (bansos) dengan alasan mencegah kerawanan pangan dinilai berlebihan dan sebenarnya bisa menempuh cara lain.
Menurut pengamat kebijakan publik sekaligus Direktur Eksekutif The PRAKARSA, Ah Maftuchan, saat dihubungi pada Rabu (31/1/2024), memang terjadi kenaikan harga pangan (beras) hampir 15 persen pada awal 2024.
Akan tetapi, menurut dia, prediksi penurunan daya beli masyarakat dan kerawanan pangan masih bisa diantisipasi dengan cara lain.
"Mengkaitkan kenaikan harga beras dengan kerawanan pangan merupakan isu yang terlalu dilebih-lebihkan," kata Maftuchan.
Baca juga: Kata Istana dan PDI-P soal Jokowi Bagi Bansos Tanpa Didampingi Risma
"Pemerintah dapat melakukan operasi pasar untuk stabilisasi harga pangan pokok (beras) dan memperkuat diversifikasi pangan, alih-alih menggelontorkan bantuan sosial (berupa barang kebutuhan pokok: beras, minyak, gula, dan lain-lain)," sambung Maftuchan.
Di sisi lain, Maftuchan menilai pemberian bansos oleh pemerintah kurang efektif lantaran rawan dikorupsi dan warga penerima juga kerap tidak merasakan manfaat yang besar karena kualitas barang yang cenderung jelek.
Maka dari itu, Maftuchan menilai sebenarnya pemerintah lebih baik memberikan bansos dalam bentuk uang tunai ketimbang barang.
"Karena akan lebih tepat sasaran dan akan memberikan kemerdekaan warga dalam konsumsi sekaligus memberikan efek tambahan bagi bergeraknya ekonomi di akar rumput," ucap Maftuchan.
Baca juga: Jokowi Gelontorkan Bansos dan Naikkan Gaji Aparat Jelang Pemilu, Ganjar: Mudah-mudahan karena Tulus
Menurut Maftuchan, pemberian bansos secara langsung oleh Jokowi juga memperlihatkan praktik politik klientelisme atau transaksional.
Jokowi, kata Maftuchan, terkesan ingin mendapatkan kompensasi dari bansos itu yakni dukungan rakyat buat agenda elektoralnya.
Seperti diketahui, anak sulung Presiden Jokowi yaitu Gibran Rakabuming Raka menjadi calon wakil presiden berpasangan dengan capres nomor urut 2 Prabowo Subianto.
Menurut Maftuchan, praktik politik klientelisme atau transaksional berdampak buruk karena mengancam demokrasi substantif sekaligus mengancam pemenuhan hak-hak dasar warga.
Baca juga: Anies: Kalau Nanti Ada yang Datang Bawa Bansos, Ganti Pilihan Tidak?
"Praktik politik yang baik adalah pemerintah menjamin pemenuhan hak-hak dasar warga tanpa memandang aspirasi politiknya. Hak-hak dasar warga harus dipenuhi oleh pemerintah dan jangan dipolitisasi," ujar Maftuchan.
Sebelumnya diberitakan, pemerintah terus menggelontorkan berbagai jenis bantuan sosial (bansos) atau perlindungan sosial (perlinsos) bagi masyarakat.
Salah satu yang menjadi perhatian adalah nilai anggaran Bansos pada 2024 yang mencapai Rp 496 triliun.