Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pernyataan Jokowi Dikhawatirkan Dimaknai Aparat sebagai Instruksi untuk Ikut Berpihak

Kompas.com - 25/01/2024, 21:00 WIB
Vitorio Mantalean,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Erry Riyana Hardjapamekas khawatir bahwa pernyataan Jokowi soal "presiden boleh memihak" bisa berbuntut panjang pada netralitas aparat negara di sisa 29 hari jelang pemungutan suara.

Ia cemas, pernyataan dari kepala negara itu dimaknai sebagai sebuah instruksi agar para aparat negara juga ikut berpihak kepada calon yang disukai presiden.

"Saya berharap ini tidak serta-merta menjadi semacam instruksi ke bawah," kata Erry dalam diskusi Jaga Pemilu, Kamis (25/1/2024).

"Itu yang paling kami khawatirkan. Karena kemarin-kemarin saja sebelum ada pernyataan sejelas dan seterang ini pun, sudah ada laporan-laporan--walaupun tidak formal--tentang netralitas aparat sipil negara atau aparat negara di masyarakat berbagai daerah," ungkapnya.

Baca juga: Soal Pose Dua Jari dari Mobil Kepresidenan, TPN Ganjar-Mahfud Ingatkan Jokowi-Iriana Netral

Erry yang dulu merupakan pendukung Jokowi ini berharap, orang yang pernah ia sangat kagumi itu menarik pernyataan problematik tersebut.

"Kita di sini sungguh mengkhawatirkan ini. Semoga Pak Jokowi diberkati kesadaran yang tertinggi untuk mencabut pernyataan itu dan memperbaikinya, dan bersikap netral dalam sisa waktu," ujar Erry.

Dalam konteks UU Pemilu, Pasal 299 dan 300 memang membolehkan presiden dan wakil presiden terlibat atau berkampanye.

Pasal 281 mengatur bahwa hal tersebut bisa dilakukan sepanjang presiden atau wakil presiden yang bersangkutan cuti di luar tanggungan negara serta tidak memanfaatkan fasilitas jabatan kecuali yang melekat.

Akan tetapi, pakar hukum kepemiluan Universitas Indonesia, Titi Anggraini, menegaskan bahwa keberpihakan itu hanya boleh ditunjukkan jika seorang presiden, dalam hal ini Jokowi, cuti dari jabatannya.

Baca juga: TPN Ganjar-Mahfud: Keberpihakan Jokowi dalam Pilpres 2024 Bisa Jadi Pintu Masuk Pemakzulan

Ia menegaskan, yang boleh memihak adalah individu Jokowi "yang sedang menjabat dan kemudian mengambil cuti", bukan jabatan presiden itu sendiri.

"Kalau Jokowi yang sedang menjabat presiden itu aturannya lain lagi. Itu yang tidak dijelaskan (Jokowi) dan bisa menjadi bias di dalam konstruksi UU Pemilu yang meminta semua elemen pejabat negara, pemerintah dan fungsional, dan ASN, itu tidak berpihak sebelum, selama dan sesudah masa kampanye," kata Titi dalam kesempatan yang sama.

Sementara itu, Erry mengingatkan Jokowi bahwa seorang kepala negara harus mengutamakan etika di atas ketentuan perundang-undangan.

Apalagi, pernyataan Jokowi ini disampaikan di masa kampanye dalam acara kenegaraan.

Baca juga: Pro dan Kontra Jokowi Bilang Presiden Boleh Berpihak di Pilpres, Wapres Persilakan Publik Menilai

"Di samping ketentuan undang-undang, di atasnya ada yang lebih luhur yang kita sebut sebagai kepantasan, kepatutan, kewajaran atau orang bisa menyebutnya sebagai etik atau etika," kata Erry.

"Jadi saya sangat menyesalkan, sebagai (orang yang) pernah menyatakan pencinta Jokowi, pernyataan beliau," ia menambahkan.

Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya

Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi 'King Maker'

Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi "King Maker"

Nasional
Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Nasional
Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Nasional
Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Nasional
Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Nasional
Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Nasional
Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Nasional
Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Nasional
UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

Nasional
Jemaah Haji Tak Punya 'Smart Card' Terancam Deportasi dan Denda

Jemaah Haji Tak Punya "Smart Card" Terancam Deportasi dan Denda

Nasional
Sebelum Wafat, Jampidum Kejagung Sempat Dirawat di RSCM 2 Bulan

Sebelum Wafat, Jampidum Kejagung Sempat Dirawat di RSCM 2 Bulan

Nasional
Jampidum Kejagung Fadil Zumhana Meninggal Dunia

Jampidum Kejagung Fadil Zumhana Meninggal Dunia

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, PKS: Kontrol Terhadap Pemerintah Wajib

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, PKS: Kontrol Terhadap Pemerintah Wajib

Nasional
Istri di Minahasa Dibunuh karena Mengigau, Komnas Perempuan Sebut Fenomena Femisida

Istri di Minahasa Dibunuh karena Mengigau, Komnas Perempuan Sebut Fenomena Femisida

Nasional
Kabaharkam Siapkan Strategi Pengamanan Khusus di Akses Masuk Pelabuhan Jelang WWF ke-10 di Bali

Kabaharkam Siapkan Strategi Pengamanan Khusus di Akses Masuk Pelabuhan Jelang WWF ke-10 di Bali

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com