Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Food Estate" Dikritik Cak Imin dan Mahfud, Istana Akui Perlu Evaluasi dan Penyempurnaan

Kompas.com - 23/01/2024, 09:54 WIB
Fika Nurul Ulya,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana, mengatakan, food estate dibuat pemerintah untuk merespons krisis pangan global. Namun, ia mengakui bahwa dalam praktiknya, harus ada evaluasi dan penyempurnaan.

Hal ini dia nyatakan untuk menanggapi kritikan calon wakil presiden nomor urut 1 Muhaimin Iskandar dan calon wakil presiden nomor urut 3 Mahfud MD dalam debat cawapres pekan lalu.

"Dalam implementasinya tentu ada evaluasi, perbaikan-perbaikan, penyempurnaan. Itu terus berjalan supaya apa yang jadi cita-cita, jadi tujuan kebijakan itu bisa tercapai," kata Ari Dwipayana, dikutip dari tayangan Kompas TV, Selasa (23/1/2024).

Baca juga: TKN Tegaskan Food Estate Tak Gagal: Akan Panen 8 Hektar Jagung dan 5 Hektar Singkong di Kalteng

Ari menyampaikan, food estate dibangun karena situasi perekonomian dunia tidak baik-baik saja usai pandemi Covid-19. Karena krisis, banyak negara yang gagal memenuhi kebutuhan pangan di dalam negeri.

Akibat lainnya, harga-harga pangan lantas melambung tinggi di pasar dunia.

"Untuk merespons itu harus ada terobosan yang skalanya tidak bisa skala kecil, harus skala besar. Dan itulah sebabnya mengapa Bapak Presiden mendorong untuk merespons dampak pandemi dan situasi krisis pangan itu dengan kebijakan lumbung pangan," tutur Ari.

Tujuannya, kata Ari, lumbung-lumbung itu memenuhi kebutuhan cadangan pangan pemerintah. Dengan begitu, Indonesia bisa mandiri karena bahan-bahan pangan diproduksi di dalam negeri.


"Tidak perlu impor, tidak perlu tergantung dari negara-negara lain, khususnya ketika harga cukup tinggi. Makanya, kebijakan lumbung pangan itu kemudian dicoba dibangun untuk merespons itu," ucap dia.

Ari tak memungkiri bahwa kompleksnya program tersebut membuat pemerintah perlu melakukan evaluasi dan melakukan penyempurnaan.

"Dievaluasi terus karena tentu implementasinya ada beberapa hal yang sifatnya kompleks yang perlu dilakukan penyempurnaan-penyempurnaan," jelas Ari.

Sebelumnya diberitakan, cawapres nomor urut 3 Mahfud MD menyebut proyek food estate sebagai proyek gagal. Menurut dia, proyek ini merusak lingkungan.

Mahfud mengatakan, Indonesia merugi jika lingkungan rusak, tapi proyeknya gagal. Hal tersebut Mahfud sampaikan dalam debat cawapres kedua di JCC, Jakarta, Minggu (21/1/2024) malam.

Baca juga: TKN Prabowo: Sampai Detik Ini, Kemenhan Belum Terima Anggaran APBN untuk Food Estate

"Jangan misalnya seperti food estate yang gagal dan merusak lingkungan. Yang benar saja? Rugi dong kita," ujar Mahfud.

Kritik juga disampaikan cawapres nomor urut 1 Muhaimin Iskandar dalam debat yang sama. Ia mengatakan, program food estate cenderung mengabaikan petani, meninggalkan masyarakat adat, menghasilkan konflik agraria, dan merusak lingkungan.

Sebagai informasi, program food estate digagas Presiden Joko Widodo (Jokowi) sejak awal kepemimpinan di periode kedua. Ia menugaskan Kementerian Pertanian, yang dinakhodai politikus Partai Nasdem Syahrul Yasin Limpo menjadi leading sector.

Kemudian, Jokowi juga menugasi Kementerian Pertahanan, di bawah kendali Menteri Pertahanan Prabowo Subianto yang juga capres nomor urut 2, menjadi back-up dan fokus mengurusi lahan singkong.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Anggap Wajar Prabowo Wacanakan 41 Kementerian, Demokrat: Untuk Respons Tantangan Bangsa

Anggap Wajar Prabowo Wacanakan 41 Kementerian, Demokrat: Untuk Respons Tantangan Bangsa

Nasional
PAN Gelar Rakornas Pilkada Serentak, Prabowo Subianto Bakal Hadir

PAN Gelar Rakornas Pilkada Serentak, Prabowo Subianto Bakal Hadir

Nasional
KPK Ancam Pidanakan Pihak yang Halangi Penyidikan TPPU Gubernur Malut

KPK Ancam Pidanakan Pihak yang Halangi Penyidikan TPPU Gubernur Malut

Nasional
KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada 'Abuse of Power'

Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada "Abuse of Power"

Nasional
Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Nasional
Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Nasional
Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Nasional
Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Nasional
Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Nasional
Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Nasional
Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Nasional
Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Nasional
Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Nasional
Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com