JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat menyatakan bahwa istri terdakwa Rafael Alun Trisambodo, Ernie Meike Torondek tidak bisa dimintai pertanggungjawaban hukum dalam kasus dugaan gratifikasi suaminya.
Diketahui, Rafael Alun merupakan mantan Kepala Bagian Umum Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kantor Wilayah (Kanwil) Jakarta Selatan yang didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp 16,6 miliar bersama-sama Ernie.
Uang itu diterima melalui PT Artha Mega Ekadhana (ARME), perusahaan konsultasi pajak dengan pemegang saham dan Komisaris Utama adalah Ernie Meike Torondek.
Menurut Hakim, Ernie dalam persidangan mengungkapkan bahwa dalam rumah tangganya, keputusan menyangkut bisnis dan usaha lain diambil oleh Rafael Alun.
“Ernie Meike hanya mengikuti apa yang dikehendaki oleh terdakwa,” ujar Majelis Hakim dalam sidang yang digelar, Senin (8/1/2024).
Baca juga: Rafael Alun Divonis Bayar Uang Pengganti Rp 10 Miliar
Hakim lantas menyebut bahwa Ernie Meike berada dalam posisi subordinat baik dalam rumah tangga maupun bisnis.
Tidak hanya itu, hakim bahkan menyebut Rafael Alun bersikap superior sehingga semua keputusan yang diambil olehnya tidak bisa dibantah oleh Ernie.
“Terlihat Ernie Meike berada dalam posisi lemah dalam rumah tangganya maupun dalam urusan bisnis keluarganya,” kata Majelis Hakim.
“Dengan keadaan tersebut, tidak patut jika Ernie Meike dinyatakan ikut bersama-sama dengan terdakwa untuk bertanggung jawab secara hukum,” ujar hakim lagi.
Baca juga: Rafael Alun Divonis Bayar Uang Pengganti Rp 10 Miliar
Adapun PT ARME merupakan perusahaan yang didirikan Rafael Alun sejak 2002 sementara dirinya berstatus sebagai pejabat pada Direktorat Jenderal Pajak.
Meskipun Ernie menjadi komisaris dan pemegang saham, Hakim menyebut keputusan perusahaan dan rapat-rapat berada di tangan Rafael Alun
Hakim juga menyatakan berbeda pendapat dengan Jaksa KPK dan menyimpulkan bahwa gratifikasi yang diterima Rafael Alun melalui PT ARME hanya Rp 10.079.055.519.
Jumlah tersebut merupakan penerimaan atau marketing fee yang diterima sejak 2002 hingga 2006.
Sementara itu, penerimaan uang PT ARME dari 2006-2009 disimpulkan bukan pertanggungjawaban hukum Rafael karena pada 2006 istrinya ditarik dari perusahaan tersebut.
“Pada 2006 terdakwa telah sadar perbuatannya salah dan melanggar hukum karena bekerja sebagai konsultan pajak padahal terdakwa sudah menjabat sebagai aparatur pajak pada kantor DJP Jakarta sehingga pada 2006 terdakwa menyuruh istrinya keluar,” kata Majelis Hakim.