JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko mengatakan, Ibu Kota Nusantara (IKN) sebagai sentral pemerintahan negara di masa depan membutuhkan sistem pertahanan cerdas atau smart defense.
Terlebih perkembangan teknologi telah menjadikan medan pertempuran semakin kompleks.
Selain itu wilayah IKN masuk dalam radius tiga kapabilitas militer Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok.
Baca juga: BSDE Buka Peluang Bangun Proyek di IKN Nusantara
“Kerawanan IKN menuntut kita untuk mengadopsi konsep pertahanan cerdas,” tegas Moeldoko saat menjadi pembicara pada Forum Diskusi Mewujudkan Pertahanan IKN Nusantara sebagai Center of Gravity Negara, di Hotel Borobudur Jakarta, Kamis (30/11/2023) sebagaimana dilansir siaran pers KSP.
Moeldoko menegaskan sistem pertahanan di IKN merupakan subsistem dari sistem pertahanan negara. Untuk itu, kata dia, sistem pertahanan IKN harus disesuaikan dengan ancaman yang dihadapi oleh Indonesia.
Moeldoko menjelaskan, selama ini ancaman yang dihadapi oleh Indonesia lebih fokus di wilayah Jawa. Sehingga kekuatan militer Indonesia juga terkonsentrasi di Jawa.
Baca juga: Guyonan Heru Budi, ASN DKI yang Mau Cepat Naik Jabatan Bisa Pindah Tugas ke IKN
Namun dengan pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan Timur, maka ancaman yang dihadapi oleh Indonesia juga akan bergeser.
“Saatnya kita konstruksikan lagi kekuatan militer seperti apa yang perlu kita bawa ke IKN,” tegasnya.
Menurut Panglima TNI 2013-2015 itu, dalam membangun kekuatan militer harus disesuaikan dengan perencanaan pertahanan.
Yakni apakah berbasis ancaman atau kapabilitas.
Pertahanan berbasis ancaman, kata Moeldoko, dilakukan dengan mengidentifikasi potensi lawan, serta menilai kemampuan lawan saat ini dan masa depan.
Baca juga: Dewan Pakar Timnas Anies-Cak Imin Usul Anggaran IKN Dialihkan untuk Kembangkan 14 Kota di Luar Jawa
Hal tersebut membutuhkan pengembangan kemampuan khusus, pemahaman secara komprehensif terhadap berbagai potensi ancaman, serta desain kebijakan dan strategi untuk membentuk kekuatan pertahanan militer dan non militer.
Meski menjadi dasar pembangunan kekuatan militer, namun Moeldoko menilai pendekatan berbasis ancaman memerlukan anggaran yang sangat besar.
“Kalau pakai pendekatan ini habis anggaran,” ucapnya.
Dia pun menilai pembangunan kekuatan militer dengan pendekatan berbasis kapabilitas lebih realistis.