JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo memberikan kuliah umum di Stanford University, San Francisco, Amerika Serikat, pada Rabu (15/11/2023) waktu setempat.
Dalam paparannya, Presiden menyebutkan Indonesia berhasil menurunkan emisi karbon dan menahan laju deforestasi (penebangan hutan).
"Hingga saat ini, Indonesia telah berhasil menurunkan emisi sebesar 91,5 juta ton. Hal tersebut diikuti oleh laju deforestasi Indonesia hingga tahun 2022 telah ditekan hingga 104.000 hektar," ujar Jokowi, dilansir siaran pers Sekretariat Presiden, Kamis (16/11/2023).
Baca juga: Jokowi Ajak ExxonMobil Investasi di Bidang Energi Baru Terbarukan dan Infrastruktur Hijau
“Kemudian kawasan hutan juga direhabilitasi seluas 77.000 hektar, hutan bakau direstorasi seluas 34.000 hektar hanya dalam waktu satu tahun,” lanjutnya.
Namun, Jokowi mengakui bahwa sebagai negara berkembang, Indonesia masih memiliki tantangan besar untuk melakukan transisi energi.
Utamanya dalam transfer teknologi dan pendanaan. Hal yang sama, menurut Jokowi, juga dialami oleh negara-negara berkembang lainnya di dunia.
“Inilah yang menjadi tantangan dan sering menyulitkan negara-negara berkembang karena itu Indonesia ingin memastikan bahwa transisi energi juga menghasilkan energi yang bisa terjangkau oleh rakyat, bisa terjangkau oleh masyarakat,” jelasnya.
Baca juga: Adik Prabowo Bicara Dugaan Praktik Korupsi di Kemenhan, Capai Rp 51 T dan Buat Jokowi Terkejut
Dengan demikian, menurut Jokowi, pendanaan iklim yang seharusnya diberikan kepada negara-negara berkembang untuk melaksanakan transisi energi tersebut harus lebih bersifat membangun dan tidak hanya membebani sebagai utang.
“Sampai saat ini yang namanya pendanaan iklim masih business as usual, masih seperti commercial banks. Padahal, seharusnya lebih konstruktif, bukan dalam bentuk utang yang hanya akan menambah beban negara-negara miskin maupun negara-negara berkembang,” papar Kepala Negara.
Dalam kesempatan tersebut, Presiden Jokowi juga memaparkan sejumlah upaya yang telah dilakukan oleh Indonesia dalam melakukan transisi energi.
Presiden menyebutkan, salah satunya adalah melalui pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) terapung yang baru saja diresmikan di Waduk Cirata, Provinsi Jawa Barat.
“Ini terbesar di Asia Tenggara, pembangkit listrik tenaga surya yang kita miliki baru saja kita buka dengan kapasitas 192 megawatt,” ungkapnya.
Ke depan, Presiden menyampaikan hal serupa akan terus Indonesia lakukan untuk menjaga lingkungan dan melakukan transisi energi.
Baca juga: Jokowi Sampaikan 3 Hal Penting di ABAC ASEAN Caucus Day, Transisi Energi hingga Netralitas Karbon
Seperti halnya yang akan diterapkan di Ibu Kota Nusantara (IKN) yang akan menjadi kota pintar berbasis hutan yang nantinya disebut akan menggunakan energi hijau dari matahari dan air.
“Supaya saudara-saudara tahu bahwa yang pertama kali kita bangun saat akan membangun IKN ini adalah membangun nursery center, membangun botanical center yang berkapasitas 15 juta bibit pohon per tahunnya yang itu nanti akan kita tanam setiap tahunnya di Ibu Kota Nusantara dan di Pulau Kalimantan,” papar Jokowi.
Oleh karenanya, Jokowi menyebut bahwa ke depan akan menjadi sebuah gagasan yang bagus jika mahasiswa Stanford University bisa berkesempatan untuk mengunjungi IKN dan melihat secara langsung proses serta perkembangan pembangunan di sana.
“Mungkin di sana bisa melakukan riset secara kilat dan belajar tentang sisi keberlanjutan dalam membangun sebuah green city,” tambahnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.