JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) I Dewa Gede Palguna menyatakan, tidak sependapat jika MK turut mengatur terkait usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) yang tertera dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Adapun gugatan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang dimohonkan oleh mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Surakarta bernama Almas Tsaqibbirru terkait syarat usia capres dan cawapres dikabulkan sebagian oleh MK.
Palguna berpandangan, persoalan umur dalam suatu syarat merupakan kebijakan hukum terbuka atau open legal policy yang diatur pembentuk undang-undang.
Baca juga: Ada Nama Gibran di Gugatan Almas Tsaqibbirru, Satu-satunya yang Dikabulkan MK
“Saya itu dari dulu berpendapat dan sampai sekarang saya tidak mengubah pendapat saya atau pendirian saya bahwa dalam soal umur itu sesungguhnya itu adalah tidak ada isu-isu konstitusionalitas di situ,” kata Palguna saat dihubungi, Selasa (17/10/2023).
“Dalam pengertian bahwa mengenai syarat usia itu sepenuhnya merupakan legal policy, atau kebijakan hukum dari pembentuk undang-undang yang tidak boleh dimasuki oleh Mahkamah Konstitusi,” imbuhnya.
Palguna menilai, belum pernah ada persoalan usia yang berdampak pada hak-hak konstitusional warga negara. Namun, hal ini akan bisa diadili MK jika secara nyata syarat usia tersebut berdampak pada hak konstitusional seseorang.
“Bagaimana kita mengatakan bahwa usia tertentu itu konstitusional, usia yang lain itu tidak konstitusional. Kecuali jika persoalan itu nyata-nyata disebutkan di dalam konstitusi. Itu akan berbeda lagi Persoalannya. Ini kan tidak,” papar Palguna.
“Oleh karena itu maka dia (syarat usia) sudah tepat dikatakan sebagai kebijakan hukum dari pembentukan undang-undang,” ucapnya lagi.
Diberitakan, melalui putusan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023, MK membolehkan seseorang yang belum berusia 40 tahun mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden selama berpengalaman menjadi kepala daerah atau jabatan lain yang dipilih melalui pemilihan umum.
Gugatan itu terkait Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu sedianya berbunyi, “Persyaratan menjadi calon presiden dan calon wakil presiden adalah: berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun”.
Setelah putusan ini, seseorang yang pernah menjabat sebagai kepala daerah atau pejabat negara lainnya yang dipilih melalui pemilu bisa mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden meski berusia di bawah 40 tahun.
Baca juga: Anwar Usman, Mengubah Pendirian MK dalam 48 Jam
"Menyatakan Pasal 169 huruf q Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) yang menyatakan, 'berusia paling rendah 40 tahun' bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai 'berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum, termasuk pemilihan kepala daerah'," ujar hakim Anwar Usman dalam sidang putusan, Senin (16/10/2023).
Dengan demikian, Pasal 169 huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu selengkapnya berbunyi, “berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah”.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.