Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

TPN Ganjar Nilai Putusan MK Tak Otomatis Berlaku, DPR dan Pemerintah Perlu Revisi UU Pemilu

Kompas.com - 17/10/2023, 05:53 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Presiden memandang bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membolehkan seseorang berusia di bawah 40 tahun menjadi calon presiden dan calon wakil presiden selama pernah atau sedang menjabat sebagai kepala daerah tidak otomatis berlaku secara hukum.

Juru Bicara TPN Ganjar, Chico Hakim pun menyarankan agar DPR dan pemerintah selaku pembuat legislasi untuk melakukan revisi terhadap Undang-Undang Pemilu imbas putusan MK.

"(Sebab MK) tidak memiliki fungsi legislasi. Jadi MK adalah institusi yang tidak memiliki fungsi legislasi, maka apa yang diputuskan tidak otomatis menjadi hukum," kata Chico dalam konferensi pers di Media Center TPN Ganjar, Menteng, Jakarta, Senin (16/10/2023).

"DPR maupun pemerintah bersama harus merevisi UU Pemilu sesuai putusan MK," ujar dia.

Baca juga: Saat Siasat Anwar Usman Ubah Putusan MK 180 Derajat Diungkap...

Dengan demikian, menurut dia, siapa pun yang pernah atau sedang menjabat kepala daerah berusia di bawah 40 tahun tetap tidak berhak didaftarkan sebagai capres maupun cawapres.

Menurut dia, hal ini perlu menjadi perhatian penyelenggara pemilu, yaitu KPU dan Bawaslu karena berkaitan dengan peraturan KPU (PKPU).

"KPU dan Bawaslu sebagai penyelenggara pemilu tidak bisa melakukan perubahan PKPU berkaitan dengan materi pernah atau sedang menjadi kepala daerah, sebelum UU pemilu direvisi di DPR," kata dia.

Sementara itu, Juru Bicara TPN Tama S. Langkun mengatakan, putusan MK juga akan menemukan kendala dan kritik dari berbagai pihak.

Ia pun menyoroti adanya perubahan norma dalam sebuah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu pasca putusan MK, khususnya mengenai frasa "pernah atau sedang menjabat kepala daerah".

"Tentu ini akan membutuhkan lagi waktu untuk lebih teknis diatur dalam undang-undang peraturan di bawahnya, misalnya PKPU," ujar Tama.

"Dan tentu saja tahapan ini sudah berjalan, pemilu. Waktu yang tersisa tinggal 3 hari ya untuk pendaftaran capres. Nah tentu saja ini sesuatu yang membuat teknis pelaksanaan semakin sulit," kata dia.

Baca juga: Jalan Terbuka Usai Drama Putusan MK, Gibran Masih Butuh Restu Jokowi Buat Maju Pilpres?

MK mengabulkan gugatan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait usia minimal capres dan cawapres dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, Senin.

Putusan ini pun mulai berlaku pada Pemilu 14 Februari 2024.

"Sehingga selengkapnya norma a quo berbunyi 'berusia paling rendah 40 tahun atau pernah sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah' lebih lanjut, ketentuan Pasal 169 huruf q UU 7/2017 sebagaimana dimaksud dalam putusan a quo berlaku mulai pada Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024 dan seterusnya," kata Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah saat membaca putusan nomor 90/PUU-XXI/2023 di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin.

Mahkamah berpendapat, pembatasan usia minimal capres-cawapres 40 tahun berpotensi menghalangi anak-anak muda untuk menjadi pemimpin negara.

"Pembatasan usia yang hanya diletakkan pada usia tertentu tanpa dibuka syarat alternatif yang setara merupakan wujud ketidakadilan yang inteloreable dalam kontestasi pemilihan presiden dan wakil presiden," ujar Guntur.


Gugatan ini dimohonkan oleh mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Surakarta (Unsa) bernama Almas Tsaqibbirru.

Dalam gugatannya, pemohon menyinggung sosok Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka. Pemohon menilai, Gibran merupakan tokoh yang inspiratif

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem 'Mualaf Oposisi'

Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem "Mualaf Oposisi"

Nasional
Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi 'King Maker'

Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi "King Maker"

Nasional
Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Nasional
Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Nasional
Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Nasional
Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Nasional
Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Nasional
Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Nasional
Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Nasional
UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

Nasional
Jemaah Haji Tak Punya 'Smart Card' Terancam Deportasi dan Denda

Jemaah Haji Tak Punya "Smart Card" Terancam Deportasi dan Denda

Nasional
Sebelum Wafat, Jampidum Kejagung Sempat Dirawat di RSCM 2 Bulan

Sebelum Wafat, Jampidum Kejagung Sempat Dirawat di RSCM 2 Bulan

Nasional
Jampidum Kejagung Fadil Zumhana Meninggal Dunia

Jampidum Kejagung Fadil Zumhana Meninggal Dunia

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, PKS: Kontrol Terhadap Pemerintah Wajib

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, PKS: Kontrol Terhadap Pemerintah Wajib

Nasional
Istri di Minahasa Dibunuh karena Mengigau, Komnas Perempuan Sebut Fenomena Femisida

Istri di Minahasa Dibunuh karena Mengigau, Komnas Perempuan Sebut Fenomena Femisida

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com