JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyatakan bahwa 2 partai politik peserta Pemilu 2019, yakni Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI, sekarang PKP) serta Partai Berkarya, tidak dapat tercatat secara administratif sebagai gabungan partai politik pendaftar calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) di KPU RI.
Sebab, kendati mendapatkan suara sah nasional pada Pileg 2019 yang bisa jadi basis perhitungan untuk mengusulkan capres-cawapres, namun kedua partai politik itu tidak ikut serta sebagai peserta Pemilu 2024.
Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari menjelaskan, syarat partai politik/gabungan partai politik yang bisa tercatat secara administratif untuk mendaftarkan capres-cawapres, harus memenuhi syarat ikut Pileg 2019 dan 2024 serta memenuhi 20 persen kursi DPR RI/25 persen suara sah nasional.
Baca juga: Waktu Mepet, KPU Ancang-ancang Ubah Syarat Capres Tanpa Konsultasi DPR
Hal itu berdasarkan pembacaan atas Pasal 1 angka 27-30, 221, 222, 226, 325, dan 342 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu).
Oleh karena itu, seandainya pun PKP dan Berkarya mendukung capres-cawapres tertentu secara politik (bukan administratif di KPU), logo partai keduanya tidak akan tercantum di dalam surat suara Pilpres 2024.
"Yang bersangkutan (PKP dan Berkarya) bukan peserta pemilu, kalau tanda gambarnya ada di surat suara pemilu presiden kan membingungkan orang, dia bukan peserta pemilu kok tanda gambarnya dimasukkan ke dalam desain surat suara pemilu presiden," jelas Hasyim dalam acara Rapat Koordinasi Persiapan Pelaksanaan Pencalonan Peserta Pilpres 2024 di Hotel Gran Melia, Jakarta, Kamis (12/10/2023).
Baca juga: KPU: Partai Ummat, Buruh, Gelora, dan PKN Tak Bisa Masuk Koalisi Daftarkan Capres ke KPU
Hal yang sama juga berlaku untuk Partai Ummat, Buruh, Gelora, dan PKN yang baru memulai kiprahnya pada Pileg 2024 dan absen pada Pileg 2019. Mereka juga tak bisa tercatat secara administratif sebagai anggota koalisi capres-cawapres di KPU.
Selain itu, karena tidak tercatat sebagai anggota koalisi, 6 partai politik ini tidak bisa termasuk ke dalam daftar partai politik penyumbang dana kampanye pasangan capres-cawapres.
Pasal 325 ayat (2) huruf b UU Pemilu mengatur bahwa dana kampanye pasangan capres-cawapres diperoleh dari dana partai politik atau gabungan partai politik yang mengusulkan capres-cawapres.
"Kalau ada ketua partai politik mau ikut berkontribusi ke dalam dana kampanye pemilu presiden, ya sifatnya personal seperti orang per orang atau seperti kumpulan orang," jelas Hasyim.
Baca juga: KPU: Partai Ummat, Buruh, Gelora Tak Bisa Sumbang Dana Kampanye Capres
Walaupun demikian, Hasyim menegaskan, ketentuan ini hanya berlaku sebagai syarat administratif pendaftaran capres-cawapres ke KPU.
Secara politik atau di luar ketentuan administrasi, tidak ada larangan partai-partai politik itu untuk berkoalisi mendukung capres-cawapres tertentu.
"Dapat menjadi pendukung walaupun istilah di Undang-undang (Pemilu) tidak disebutkan (istilah partai politik pendukung)," ujar Hasyim.
Lain halnya dengan Partai Hanura, Garuda, PSI, Perindo, dan PPP. Meskipun tidak memiliki perolehan kursi di DPR, namun 5 partai politik itu dapat tergabung secara administratif ke dalam gabungan partai politik pendaftar capres-cawapres ke KPU.
Baca juga: KPU Buka Peluang Revisi PKPU Pencalonan Capres-Cawapres Setelah Putusan MK
Karena, 5 partai politik itu ikut Pileg 2024 nanti, dan pada Pileg 2019 lalu memperoleh suara sah nasional yang bisa menjadi basis perhitungan untuk mengusulkan capres-cawapres.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.