Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MA Perintahkan KPU Cabut Dua Ketentuan yang Mudahkan Eks Terpidana Korupsi "Nyaleg"

Kompas.com - 30/09/2023, 12:33 WIB
Ardito Ramadhan,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Agung (MA) mengabulkan uji materi atas Pasal 11 Ayat (2) Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023 dan Pasal 18 Ayat (2) PKPU Nomor 11 Tahun 2023 yang membuka peluang eks terpidana kasus korupsi maju sebagai calon anggota legislatif (caleg).

MA memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk mencabut dua ketentuan tersebut beserta pedoman pelaksanaan yang diterbitkan sebagai implikasi dua ketentuan itu.

"Mengabulkan permohonan keberatan hak uji materiil dari para pemohon," demikian bunyi keterangan pers yang dirilis MA pada Sabtu (30/9/2023).

Para pemohon dalam perkara ini adalah Indonesia Corruption Watch (ICW), Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), serta dua eks pimpinan KPK yakni Saut Situmorang dan Abraham Samad.

Baca juga: Vote Getter, Jadi Alasan Parpol Tetap Usung Caleg Koruptor

Untuk diketahui, Pasal 11 PKPU 10/2023 mengatur syarat administrasi untuk menjadi bakal caleg DPR serta DPRD tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, sedangkan Pasal 18 PKPU 11/2023 mengatur syarat untuk menjadi bakal caleg DPD.

Dua ketentuan tersebut dipersoalkan karena dinilai membuka pintu bagi mantan terpidana korupsi untuk maju sebagai caleg tanpa menunggu masa jeda selama 5 tahun yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) dan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Dalam putusannya, MA pun menyatakan Pasal 11 Ayat (6) PKPU 10/2023 bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yakni Pasal 240 ayat (1) huruf g UU Pemilu juncto Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 87/PUU-XX/2022.

Sementara, Pasal 18 Ayat (2) PKPU 11/2023 bertentangan dengan Pasal 182 huruf g UU Pemilu juncto Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 12/PUU-XXI/2023.

Baca juga: KPU Didesak Umumkan Status Caleg Mantan Terpidana Korupsi

"Dan karenanya tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan tidak berlaku umum," tulis MA.

Dalam pertimbangannya, MA menilai perlu ada syarat ketat dalam menyaring para calon wakil rakyat demi mencegah terjadinya tindak pidana korupsi oleh para wakil rakyat yang terpilih dari hasil pemilu.

MA pun menyinggung tindak pidana korupsi sebagai sebuah kejahatan luar biasa sehingga tidak adanya persyaratan ketat dipandang bakal mengakibatkan proses pembangunan yang terhambat dan tidak tepat sasaran, mempengaruhi kebijakan publik dan produk legislasi yang koruptif.

"Walaupun memang mekanisme pemilu berdasarkan kehendak rakyat, namun tidak dapat sepenuhnya diserahkan kepada rakyat tanpa persyaratan yang lebih ketat bagi para pelaku/terpidana tipikor, sehingga rakyat tidak akan menanggung resiko sendiri atas pilihannya," tulis MA.

Oleh karena itu, MA berpandangan, KPU seharusnya mennyusun persyaratan yang lebih berat bagi pelaku kejahatan yang dijatuhi pidana pokok dan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik.

Menurut MA, pernomaan jangka waktu lima tahun setelah terpidana menjalankan masa pidana adalah waktu yang cukup bagi eks terpidana kasus korupsi untuk introspeksi dan beradaptasi dengan masyarakat lingkungan.

Hal tersebut sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 87/PUU-XX/2022, dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 12/PUU-XXI/2023.

"Dengan adanya jangka waktu tersebut, masyarakat dapat menilai calon yang akan dipilihnya secara kritis dan jernih," kata MA.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

Nasional
Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Nasional
Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com