Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Virdika Rizky Utama
Peneliti PARA Syndicate

Peneliti PARA Syndicate dan Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Politik, Shanghai Jiao Tong University.

Kepentingan Koalisi Vs Gagasan Capres: Siapa Penentu Masa Depan Indonesia?

Kompas.com - 22/09/2023, 14:08 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PERTEMUAN baru-baru ini di Universitas Gadjah Mada, yang menghadirkan bakal calon presiden potensial Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, dan Prabowo Subianto tampaknya merupakan ciri khas dari keterlibatan demokratis.

Acara-acara seperti ini sangat penting, terutama bagi negara demokrasi muda seperti Indonesia, untuk mendorong perdebatan intelektual dan mendorong partisipasi masyarakat.

Namun, pertanyaan yang lebih mendalam tetap berlaku: Apakah debat-debat ini benar-benar merupakan kompetisi gagasan yang otentik, atau hanya pertunjukan yang diorkestrasi koalisi-koalisi di belakang layar?

Selanjutnya, apa gunanya adu gagasan dari calon presiden jika yang akan menentukan masa depan Indonesia sejatinya adalah pertarungan kepentingan dari koalisi di belakang mereka?

Mari kita jujur: kerangka politik Indonesia berada dalam koalisi. Prinsip-prinsip dasar demokrasi - transparansi, representasi, dan akuntabilitas - sering kali dikalahkan oleh kepentingan strategis koalisi yang kuat.

Ketika seorang kandidat mengartikulasikan kebijakan, apakah itu merupakan visi tulusnya untuk bangsa, atau apakah itu merupakan politik balas budi untuk menenangkan para penguasa di belakangnya?

Meskipun struktur politik Indonesia memungkinkan demokrasi multi-partai, kemajemukan ini telah melahirkan sistem di mana tidak ada satu partai pun yang memiliki kekuatan absolut, dan koalisi tidak dapat dihindari. Dalam sistem ini, gagasan sering kali tidak mendapat tempat.

Ide memang memiliki kekuatan; tidak ada yang bisa membantahnya. Sebuah ide dapat mengubah arah sejarah.

Namun, dalam matriks politik Indonesia yang kompleks, gagasan lebih seperti chip dalam permainan rolet ideologis yang berisiko tinggi, yang dipertaruhkan oleh setiap koalisi untuk memaksimalkan peluang mereka dalam dominasi politik. Proses ini mengubah gagasan dari visi transformatif menjadi alat transaksional.

Para kandidat mungkin saja menawarkan kebijakan-kebijakan revolusioner dalam hal pengentasan kemiskinan atau reformasi pendidikan.

Namun, kenyataannya, gagasan-gagasan tersebut harus melewati rawa-rawa kepentingan koalisi untuk bisa mencapai titik terang.

Begitu menjabat, janji-janji luhur seorang kandidat sering kali berubah menjadi tarian antara mempertahankan integritas ideologis dan menenangkan koalisi pendukungnya yang memiliki kepentingan beragam dan terkadang saling bertolak belakang.

Tindakan penyeimbangan yang rumit ini biasanya mengorbankan para pemilih, yang menjadi korban dalam sistem yang menghargai konsolidasi kekuasaan daripada kesejahteraan nasional.

Ada baiknya kita mengeksplorasi budaya kompromi yang melingkupi politik Indonesia. Sekilas, kompromi tampaknya tidak berbahaya; kompromi adalah pelumas yang membuat mesin demokrasi yang beragam tetap berjalan.

Namun di Indonesia, kompromi telah dijadikan senjata. Kompromi telah menjadi alat yang digunakan oleh faksi-faksi berkuasa untuk melemahkan kebijakan-kebijakan transformatif untuk mempertahankan status quo mereka, yang sering kali mengarah pada hasil-hasil kebijakan yang lebih menguntungkan koalisi daripada negara.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Analis: TNI AL Butuh Kapal Selam Interim karena Tingkat Kesiapan Tempur Tak Dapat Diandalkan

Analis: TNI AL Butuh Kapal Selam Interim karena Tingkat Kesiapan Tempur Tak Dapat Diandalkan

Nasional
Mulai Rangkaian Rakernas dengan Nyalakan Api dari Mrapen, PDI-P: Semoga Kegelapan Demokrasi Bisa Teratasi

Mulai Rangkaian Rakernas dengan Nyalakan Api dari Mrapen, PDI-P: Semoga Kegelapan Demokrasi Bisa Teratasi

Nasional
Pertamina Patra Niaga Jamin Ketersediaan Avtur untuk Penerbangan Haji 2024

Pertamina Patra Niaga Jamin Ketersediaan Avtur untuk Penerbangan Haji 2024

Nasional
BNPT Paparkan 6 Tantangan Penanganan Terorisme untuk Pemerintahan Prabowo-Gibran

BNPT Paparkan 6 Tantangan Penanganan Terorisme untuk Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Komisi X DPR Sepakat Bentuk Panja Pembiayaan Pendidikan Buntut Kenaikan UKT

Komisi X DPR Sepakat Bentuk Panja Pembiayaan Pendidikan Buntut Kenaikan UKT

Nasional
Pimpinan Baru LPSK Janji Tingkatkan Kualitas Perlindungan Saksi dan Korban Tindak Pidana

Pimpinan Baru LPSK Janji Tingkatkan Kualitas Perlindungan Saksi dan Korban Tindak Pidana

Nasional
Soroti RUU MK yang Dibahas Diam-diam, PDI-P: Inilah Sisi Gelap Kekuasaan

Soroti RUU MK yang Dibahas Diam-diam, PDI-P: Inilah Sisi Gelap Kekuasaan

Nasional
Jemaah Haji Asal Makassar yang Sempat Gagal Terbang Karena Mesin Pesawat Garuda Terbakar Sudah Tiba di Madinah

Jemaah Haji Asal Makassar yang Sempat Gagal Terbang Karena Mesin Pesawat Garuda Terbakar Sudah Tiba di Madinah

Nasional
DPR dan Pemerintah Didesak Libatkan Masyarakat Bahas RUU Penyiaran

DPR dan Pemerintah Didesak Libatkan Masyarakat Bahas RUU Penyiaran

Nasional
Optimalkan Penanganan Bencana, Mensos Risma Uji Coba Jaringan RAPI

Optimalkan Penanganan Bencana, Mensos Risma Uji Coba Jaringan RAPI

Nasional
Komplit 5 Unit, Pesawat Super Hercules Terakhir Pesanan Indonesia Tiba di Halim

Komplit 5 Unit, Pesawat Super Hercules Terakhir Pesanan Indonesia Tiba di Halim

Nasional
TNI Gelar Simulasi Penerapan Hukum dalam Operasi Militer Selain Perang

TNI Gelar Simulasi Penerapan Hukum dalam Operasi Militer Selain Perang

Nasional
Jokowi Ingin Bansos Beras Lanjut hingga Desember, PDI-P: Cawe-cawe untuk Pilkada

Jokowi Ingin Bansos Beras Lanjut hingga Desember, PDI-P: Cawe-cawe untuk Pilkada

Nasional
Ketua DPP PDI-P Kaget Revisi UU Kementerian Negara Dibahas, Khawatir untuk Bagi-bagi Kekuasan

Ketua DPP PDI-P Kaget Revisi UU Kementerian Negara Dibahas, Khawatir untuk Bagi-bagi Kekuasan

Nasional
Anggota DPR-nya Minta KPU Legalkan Politik Uang, PDI-P: Itu Ungkapan Kejengkelan

Anggota DPR-nya Minta KPU Legalkan Politik Uang, PDI-P: Itu Ungkapan Kejengkelan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com