Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 29/08/2023, 22:28 WIB
Nirmala Maulana Achmad,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah disebut belum mengeluarkan laporan lengkap dari Tim Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu (Tim PPHAM) kepada publik.

Hal itu diungkapkan sejarawan dan profesor riset pada Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Asvi Warman Adam saat konferensi pers bersama Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid, mantan Jaksa Agung RI Marzuki Darusman, Direktur Imparsial Gufron Mabruri, dan sejumlah sejarawan lain di Kantor Amnesty International Indonesia, Jakarta Pusat, Selasa (29/8/2023).

“Kami berpendapat bahwa laporan lengkap dari Tim PPHAM itu seyogyanya bisa diterbitkan dan diketahui umum,” kata Asvi.

Baca juga: Pemerintah Diminta Luruskan Sejarah Terkait Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu lewat Buku

Dengan begitu, menurutnya, masyarakat bisa mengetahui bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengakui adanya 12 kasus pelanggaran HAM berat masa lalu beserta latar belakangnya.

“Kasusnya tentang apa, latar belakangnya bagaimana, kejadiannya tentang apa, dan siapa pelakunya. Ini tidak diketahui oleh publik, jadi kami mengharapkan laporan lengkap Tim PPHAM bisa diterbitkan dan diketahui oleh publik,” ujar Asvi.

Adapun Tim PPHAM yang dibentuk oleh Presiden Jokowi memiliki tiga tugas yang diatur dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 17 Tahun 2022 tentang Pembentukan PPHAM.

"Melakukan pengungkapan dan upaya penyelesaian non-yudisial pelanggaran hak asasi manusia yang berat masa lalu berdasarkan data dan rekomendasi yang ditetapkan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia sarnpai dengan tahun 2020," demikian bunyi Pasal 3 Keppres 17/2022 yang mengatur tugas Tim PPHAM.

Baca juga: Korban Eksil 1965 Pertanyakan Nasib Kebijakan Pemerintah Usai Jokowi Lengser, Mahfud: Pasti Terus

Berdasarkan pasal tersebut, Tim PPHAM juga bertugas merekomendasikan pemulihan bagi korban dan keluarganya, serta merekomendasikan langkah untuk mencegah pelanggaran HAM berat tidak terulang lagi di masa yang akan datang.

Dalam Pasal 4 Keppres 17/2022 disebutkan bahwa rekomendasi pemulihan bagi korban atau keluarganya dapat berupa rehabilitasi fisik, bantuan sosial, jaminan kesehatan, beasiswa, dan/atau rekomendasi lain untuk kepentingan korban atau keluarganya.

Sementara itu, saat ini, pemerintah melalui Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly sedang menemui korban eksil peristiwa 1965 di Eropa.

Mahfud dan Yasonna mengatakan, pemerintah berkomitmen memulihkan hak konstitusional para eksil 1965.

Baca juga: Korban Eksil 1965 Ingin Dikubur di Indonesia, Keluarga Malah Bilang Tabur Saja Abu di Laut Eropa

Sebelumnya, Presiden Jokowi mengatakan, pemerintah telah mengakui 12 pelanggaran HAM berat masa lalu.

Adapun 12 pelanggaran HAM berat masa lalu yang diakui pemerintah, antara lain:

  1. Peristiwa 1965-1966
  2. Penembakan Misterius (petrus) 1982-1985
  3. Talangsari Lampung 1989
  4. Rumoh Geudong dan Pos Sattis 1989
  5. Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998
  6. Kerusuhan Mei 1998
  7. Peristiwa Trisakti dan Semanggi I-II 1998-1999
  8. Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999
  9. Simpang KKA 1999
  10. Wasior Papua 2001-2002
  11. Wamena 2003
  12. Jambo Keupok 2003.

Baca juga: 60 Tahun Wiji Thukul, Momentum Mengingatkan Negara untuk Tuntaskan Kasus Pelanggaran HAM...

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

Nasional
Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

Nasional
KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait 'Food Estate' Ke Kementan

KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait "Food Estate" Ke Kementan

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Sewa 'Private Jet' SYL Rp 1 Miliar

Pejabat Kementan Tanggung Sewa "Private Jet" SYL Rp 1 Miliar

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Nasional
Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Nasional
MK Jadwalkan Putusan 'Dismissal' Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

MK Jadwalkan Putusan "Dismissal" Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

Nasional
Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Nasional
Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Nasional
[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

Nasional
Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Nasional
Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com