JAKARTA, KOMPAS.com - Hakim Mahkamah Agung (MA) Desnayeti menilai terdakwa pembunuhan berencana Ferdy Sambo menginginkan Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J mati di tangannya.
Adapun Desnayeti merupakan satu dari dua hakim MA yang menyatakan dissenting opinion atau beda pendapat atas pemangkasan vonis mati Sambo menjadi penjara seumur hidup.
Desnayeti mengatakan keinginan tersebut terlihat ketika Sambo turut mengarahkan senjata ke Brigadir J setelah terdakwa lain Richard Eliezer Pudihang Lumiu melepaskan empat tembakan ke korban.
"(Hal ini) menunjukkan sikap bahwa terdakwa (Sambo) betul-betul menginginkan kematian korban ditangannya, karena saat itu korban Nofriansyah Yosua Hutabarat masih bergerak dengan mengerang kesakitan," kata Desnayeti, dikutip dari salinan putusan, Senin (28/8/2023).
Baca juga: Alasan 2 Hakim MA Beda Pendapat atas Batalnya Vonis Mati Ferdy Sambo
Selain itu, Desnayeti menilai Sambo telah menyusun skenario sedemikian rupa untuk
pelaksanaan pembunuhan terhadap Brigadir J.
Skenario tersebut juga disampaikan kepada para pembantu, ajudan, dan istrinya.
Tujuan skenario ini tak lain untuk menghilangkan jejak serta menyelamatkan Richard selaku eksekutor dan Sambo dari jeratan hukum.
Desnayeti menambahkan, Sambo sebagai seorang perwira tinggi dengan jabatan utama di Polri telah menghakimi dan mengeksekusi ajudannya sendiri tanpa klarifikasi sama sekali.
Baca juga: Alasan MA Kurangin Vonis Ricky Rizal: Berani Tolak Perintah Ferdy Sambo
Tindakan Sambo tersebut juga dinilai telah membuat rasa kecewa pihak keluarga korban bahkan masyarakat pada umumnya.
"Oleh karena itu beralasan untuk menolak kasasi terdakwa dan tetap mempertahankan putusan judex facti," tegasnya.
Dalam proses persidangan di Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi, Sambo dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.
Majelis Hakim PN Jakarta Selatan menilai, Sambo terbukti melanggar Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP.
Sambo juga terlibat obstruction of justice atau perintangan penyidikan terkait pengusutan kasus kematian Brigadir J.
Sambo bersama anak buahnya, melakukan perusakan sejumlah bukti guna menguburkan peristiwa pembunuhan yang sebenarnya.
Tak terima dengan vonis ini, mantan polisi dengan pangkat inspektur jenderal (Irjen) itu mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta.
Kemudian, PT DKI turut memperkuat putusan yang telah dijatuhkan oleh Majelis Hakim PN Jakarta Selatan.
Tak berhenti di situ, Sambo kemudian mengajukan kasasi ke MA. Dalam putusannya, MA meringankan hukuman Sambo, dari vonis mati menjadi penjara seumur hidup.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.