Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tensi Tinggi Jakarta Usai Kerusuhan 27 Juli 1996, Tembak di Tempat sampai Selebaran Gelap

Kompas.com - 27/07/2023, 17:44 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Bentrokan 2 kelompok massa kubu Suryadi dan pro Megawati Soekarnoputri di kantor Partai Demokrasi Indonesia (PDI) di Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat pada 27 Juli 1996 merembet menjadi kerusuhan.

Peristiwa yang dikenal dengan Sabtu Kelabu atau Kudatuli itu membuat kondisi Jakarta tegang.

Guna mengendalikan situasi keamanan, aparat keamanan sampai menerbitkan perintah tembak di tempat bagi pihak-pihak yang diduga akan mengacau.

Menurut pemberitaan surat kabar Kompas pada 31 Juli 1996, perintah tembak di tempat itu diterbitkan oleh Sutiyoso yang saat itu berpangkat mayor jenderal dan menjabat Pangdam Jaya.

Baca juga: Mengenang Peristiwa Kudatuli: Saat Konflik Partai Berujung Kerusuhan Mencekam

Sutiyoso yang juga menjabat Ketua Badan Koordinasi Bantuan Pemantapan Stabilitas Nasional Daerah (Bakorstanasda) Jaya mengatakan, perintah itu buat mencegah aksi lanjutan selepas peristiwa 27 Juli.

"Perintah tembak di tempat telah diberikan kalau mereka mulai lagi mengganggu ketertiban sehingga merugikan banyak orang. Kita mempunyai batas toleransi," kata Sutiyoso.

Buat mengendalikan keamanan dan ketertiban di Jakarta, TNI mengerahkan pasukan di wilayah-wilayah rawan dan pusat kegiatan perdagangan di Jakarta Pusat.

Baca juga: Gelar Tabur Bunga Kenang Kudatuli, PDI-P Minta Peristiwa Tersebut Diusut Tuntas

 

Selebaran gelap

Selepas peristiwa Kudatuli, muncul selebaran gelap yang disebarkan kepada masyarakat.

Isi selebaran gelap yang mengatasnamakan "Dewan Pengaman Sementara DKI Jakarta" itu ditujukan kepada seluruh warga Ibu Kota.

Dalam selebaran itu disebutkan agar warga Jakarta dan sekitarnya sudah harus berada di rumah masing-masing pada pukul 18.00 WIB.

Selebaran gelap itu juga menyatakan, jalan-jalan protokol di Jakarta tertutup untuk sementara waktu, antara lain Jalan Hayam Wuruk, Jalan Gajah Mada, Jalan Kalimalang, Jalan Diponegoro, dan Jalan Matraman Raya.

Baca juga: Kenang 26 Tahun Kudatuli Saat Kantor PDI Diserang, Hasto: Titik Sangat Gelap dalam Demokrasi

Sutiyoso juga membantah menerapkan kebijakan jam malam setelah peristiwa 27 Juli itu.

"Sejak hari Minggu lalu, situasi Jakarta sudah dapat dikuasai dan dikendalikan," ucap Sutiyoso.

Sementara itu, Kasdam Jaya Brigjen TNI Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan, pihaknya tidak pernah mengeluarkan perintah jam malam.

"Selebaran itu hanyalah berita bohong dan tidak berdasar sama sekali," katanya.

Baca juga: Komnas HAM Disebut Belum Pernah Rekomendasikan Peristiwa Kudatuli sebagai Pelanggaran Berat HAM

Isu bom

Di saat yang bersamaan, sempat muncul teror bom terhadap sejumlah gedung di kawasan pusat bisnis Ibukota.

Menurut Sutiyoso, isu teror bom itu tidak terbukti dan hanya bertujuan membuat masyarakat resah, dan membuat rasa kepercayaan terhadap aparat keamanan menurun.

Sekitar 2 pekan setelah situasi Jakarta dianggap terkendali usai kerusuhan 27 Juli, aparat keamanan mulai menarik pasukan yang diperbantukan secara bertahap.

Baca juga: Sekjen PDI-P Minta Pemerintah dan Komnas HAM Ungkap Aktor Intelektual Peristiwa Kudatuli

Pasukan yang ditempatkan di kawasan Monas, Istana Negara, serta gedung-gedung BUMN yaitu Telkom, PLN, dan PAM ditarik. Situasi keamanan membaik dan Jakarta kembali sibuk seperti biasa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 14 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 14 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Soal Prabowo Tak Ingin Diganggu Pemerintahannya, Zulhas: Beliau Prioritaskan Bangsa

Soal Prabowo Tak Ingin Diganggu Pemerintahannya, Zulhas: Beliau Prioritaskan Bangsa

Nasional
Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Nasional
Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Nasional
Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem 'Mualaf Oposisi'

Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem "Mualaf Oposisi"

Nasional
Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi 'King Maker'

Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi "King Maker"

Nasional
Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Nasional
Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Nasional
Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Nasional
Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Nasional
Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Nasional
Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Nasional
Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Nasional
UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

Nasional
Jemaah Haji Tak Punya 'Smart Card' Terancam Deportasi dan Denda

Jemaah Haji Tak Punya "Smart Card" Terancam Deportasi dan Denda

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com