Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kritik Luhut dan Firli yang Persoalkan OTT, IM57+ Institute: OTT itu Pintu Masuk

Kompas.com - 20/07/2023, 21:34 WIB
Syakirun Ni'am,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator bidang Maritim dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan dan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri diminta kembali belajar mengenai fungsi operasi tangkap tangan (OTT).

Ketua Indonesia Memanggil (IM) 57+ Institute M Praswad Nugraha memandang, pernyataan Luhut dan Firli menunjukkan bahwa mereka tidak memahami fungsi OTT.

Mantan penyidik KPK itu menyebut, OTT memiliki dua fungsi strategis dalam penegakan hukum.

“OTT berfungsi sebagai pintu masuk dalam penanganan kasus yang lebih rumit,” ujar Praswada dalam keterangan tertulisnya, Kamis (20/7/2023).

Baca juga: Firli Bahuri Bantah KPK Targetkan Sekretaris MA Hasbi Hasan Jadi Tersangka

Praswad mengungkapkan, berkat OTT tidak terhitung lagi berapa jumlah kasus besar yang sudah diungkap KPK meskipun awalnya hanya terlihat seperti korupsi berskala kecil.

Ia mencontohkan, pada satu waktu KPK menggelar OTT dengan nilai Rp 70 juta. Namun ketika dikembangkan lebih lanjut, nilainya menjadi Rp 10 triliun.

Kasus korupsi dimaksud terkait dugaan korupsi Dana Alokasi Khusus (DAK).

“Berkembang menjadi penyidikan korupsi terkait DAK dengan nilai Rp 10 triliun rupiah,” tutur Praswad.

Baca juga: Wakil Ketua KPK Sebut Dugaan Pungli hingga Asusila Pegawai Bukan Badai Era Kepemimpinan Firli Bahuri

Kemudian, fungsi OTT yang selanjutnya adalah membuat pejabat publik merasa dibayang-bayangi bakal ditangkap KPK ketika akan korupsi. Fungsi ini, kata Praswad, disebut sebagai deterrence effect.

Praswad merasa keberatan dengan pernyataan Luhut yang menyebut OTT sebagai drama dan kampungan. Ia meminta Luhut menunjukkan bentuk penegakan hukum yang tidak kampungan.

Menurut Praswad, pernyataan itu bisa mengakibatkan semua tersangka yang terjaring OTT menganggap peristiwa penangkapan itu merupakan kesalahan atau tindakan ilegal.

“Ini sangat berbahaya,” kata Praswad.

Baca juga: Jalan Berliku Endar Priantoro, Baru Kembali ke KPK, Kini Dibebastugaskan Firli Bahuri

Sebelumnya, Luhut mempersoalkan rasa senang publik melihat penindakan kasus korupsi sebagai drama.

Luhut kemudian menyebut KPK harus menunjukkan fungsinya di bidang pencegahan korupsi melalui digitalisasi sistem, salah satunya e-katalog.

KPK juga disebut telah membuat sistem berbasis elektronik yang berhasil mencegah kecurangan dan menghemat ratusan triliun uang negara, serta meningkatkan pendapatan pajak.

"Itu (fungsi KPK) dilihat jangan drama-drama saja tadi ditangkap. Kalau kurang jumlahnya ditangkap (dianggap) berarti enggak sukses. Saya sangat tidak setuju, kampungan itu menurut saya. Itu ndeso, pemikiran modern makin kecil yang ditangkap tapi makin banyak penghematan itu yang sukses," kata Luhut.

Sementara itu, Firli Bahuri menyebut OTT paling banyak terjadi ketika ia menjabat Deputi Penindakan pada 2018. Saat itu, dilakukan 30 tangkap tangan.

Namun, kata Firli, meskipun angka OTT tinggi korupsi tidak juga berhenti. Ketika menjadi pimpinan KPK, pihaknya kemudian memandang bahwa pemberantasan korupsi harus dilakukan upaya tindakan lain seperti pendidikan dan memperbaiki sistem.

"Apakah korupsi berhenti? Tidak, saya berpikir setelah kami jadi ketua. Kalau begitu apa yang harus kami lakukan?" ujar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com