Ketua Indonesia Memanggil (IM) 57+ Institute M Praswad Nugraha memandang, pernyataan Luhut dan Firli menunjukkan bahwa mereka tidak memahami fungsi OTT.
Mantan penyidik KPK itu menyebut, OTT memiliki dua fungsi strategis dalam penegakan hukum.
“OTT berfungsi sebagai pintu masuk dalam penanganan kasus yang lebih rumit,” ujar Praswada dalam keterangan tertulisnya, Kamis (20/7/2023).
Praswad mengungkapkan, berkat OTT tidak terhitung lagi berapa jumlah kasus besar yang sudah diungkap KPK meskipun awalnya hanya terlihat seperti korupsi berskala kecil.
Ia mencontohkan, pada satu waktu KPK menggelar OTT dengan nilai Rp 70 juta. Namun ketika dikembangkan lebih lanjut, nilainya menjadi Rp 10 triliun.
Kasus korupsi dimaksud terkait dugaan korupsi Dana Alokasi Khusus (DAK).
“Berkembang menjadi penyidikan korupsi terkait DAK dengan nilai Rp 10 triliun rupiah,” tutur Praswad.
Kemudian, fungsi OTT yang selanjutnya adalah membuat pejabat publik merasa dibayang-bayangi bakal ditangkap KPK ketika akan korupsi. Fungsi ini, kata Praswad, disebut sebagai deterrence effect.
Praswad merasa keberatan dengan pernyataan Luhut yang menyebut OTT sebagai drama dan kampungan. Ia meminta Luhut menunjukkan bentuk penegakan hukum yang tidak kampungan.
Menurut Praswad, pernyataan itu bisa mengakibatkan semua tersangka yang terjaring OTT menganggap peristiwa penangkapan itu merupakan kesalahan atau tindakan ilegal.
“Ini sangat berbahaya,” kata Praswad.
Sebelumnya, Luhut mempersoalkan rasa senang publik melihat penindakan kasus korupsi sebagai drama.
Luhut kemudian menyebut KPK harus menunjukkan fungsinya di bidang pencegahan korupsi melalui digitalisasi sistem, salah satunya e-katalog.
KPK juga disebut telah membuat sistem berbasis elektronik yang berhasil mencegah kecurangan dan menghemat ratusan triliun uang negara, serta meningkatkan pendapatan pajak.
"Itu (fungsi KPK) dilihat jangan drama-drama saja tadi ditangkap. Kalau kurang jumlahnya ditangkap (dianggap) berarti enggak sukses. Saya sangat tidak setuju, kampungan itu menurut saya. Itu ndeso, pemikiran modern makin kecil yang ditangkap tapi makin banyak penghematan itu yang sukses," kata Luhut.
Namun, kata Firli, meskipun angka OTT tinggi korupsi tidak juga berhenti. Ketika menjadi pimpinan KPK, pihaknya kemudian memandang bahwa pemberantasan korupsi harus dilakukan upaya tindakan lain seperti pendidikan dan memperbaiki sistem.
"Apakah korupsi berhenti? Tidak, saya berpikir setelah kami jadi ketua. Kalau begitu apa yang harus kami lakukan?" ujar dia.
https://nasional.kompas.com/read/2023/07/20/21342971/kritik-luhut-dan-firli-yang-persoalkan-ott-im57-institute-ott-itu-pintu