Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mahfud Ungkap 3 Alasan Pemerintah Gelar "Kick Off" Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat di Aceh

Kompas.com - 27/06/2023, 14:56 WIB
Nirmala Maulana Achmad,
Bagus Santosa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengungkapkan tiga alasan pemerintah menggelar kick off pelaksanaan rekomendasi penyelesaian non-yudisial untuk 12 kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat masa lalu di Aceh.

Diketahui, kick off baru saja digelar di Rumah Geudong, Pidie, Aceh, pada Selasa (27/6/2023).

“(Alasan) pertama, kontribusi penting dan bersejarah rakyat dan Provinsi Aceh terhadap kemerdekaan Republik Indonesia,” kata Mahfud dalam sambutannya, Selasa.

Baca juga: Mahfud: Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu Selalu Gagal Dibuktikan di Pengadilan

Alasan kedua, penghormatan negara terhadap bencana kemanusiaan tsunami tahun 2004.

“Yang ketiga respect pemerintah yang begitu tinggi terhadap proses perdamaian yang berlangsung di Aceh,” ujar Mahfud.

Mahfud menyebutkan, ketiga hal tersebut memiliki dimensi kemanusiaan yang kuat.

“Relevan dengan agenda pemenuhan hak korban dan pencegahan yang sudah, sedang, dan akan terus dilakukan,” kata Mahfud.

Adapun Presiden Joko Widodo baru saja meluncurkan program pelaksanaan rekomendasi penyelesaian non-yudisial untuk 12 kasus pelanggaran HAM berat masa lalu di Rumah Geudong, pada Selasa ini.

Peluncuran dihadiri secara langsung maupun virtual oleh para korban pelanggaran HAM berat masa lalu.

Menurut Jokowi, penyelesaian secara non-yudisial itu bertujuan memulihkan luka bangsa akibat pelanggaran HAM.

Baca juga: Jokowi Resmi Luncurkan Penyelesaian Non-Yudisial untuk 12 Peristiwa Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu

Selain itu, untuk memberikan atensi kepada para korban dan keluarga korban.

"Pada hari ini kita berkumpul secara langsung maupun virtual di Kabupaten Pidie, Provinsi Aceh ini untuk memulihkan luka bangsa akibat pelanggaran ham berat masa lalu yang meninggalkan beban yang berat bagi korban dan keluarga korban," kata Jokowi.

"Karena itu, luka ini harus segera dipulihkan agar kita mampu bergerak maju," ujar Jokowi.

Jokowi mengatakan, pada Januari 2023, ia telah memutuskan bahwa pemerintah menempuh penyelesaian non-yudisial yang fokus pada pemulihan hak-hak korban tanpa menegasikan mekanisme yudisial.

Baca juga: Hari Ini, Jokowi Luncurkan Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat di Aceh

Kepala Negara pun menyatakan bahwa peluncuran program menandai komitmen bersama untuk melakukan upaya pencegahan agar hal serupa tidak akan pernah terulang kembali pada masa datang.

Adapun 12 peristiwa pelanggaran HAM berat masa lalu yang dimaksud antara lain:

1. Peristiwa 1965-1966.
2. Peristiwa Penembakan Misterius (petrus) 1982-1985.
3. Peristiwa Talangsari, Lampung 1989.
4. Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis, Aceh 1989.
5. Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998.
6. Peristiwa Kerusuhan Mei 1998.

Baca juga: Rumoh Geudong Pidie Dirobohkan, PBHI: Menghancurkan Alat Bukti Pro-Justitia Pelanggaran HAM Berat

7. Peristiwa Trisakti dan Semanggi I - II 1998-1999.
8. Peristiwa Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999.
9. Peristiwa Simpang KKA, Aceh 1999.
10. Peristiwa Wasior, Papua 2001-2002.
11. Peristiwa Wamena, Papua 2003.
12. Peristiwa Jambo Keupok, Aceh 2003.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Anies-Muhaimin Kunjungi Aceh Usai Pilpres, Ingin Ucapkan Terima Kasih ke Warga

Anies-Muhaimin Kunjungi Aceh Usai Pilpres, Ingin Ucapkan Terima Kasih ke Warga

Nasional
Bareskrim Polri Yakin Penetapan Panji Gumilang sebagai Tersangka TPPU Sah Menurut Hukum

Bareskrim Polri Yakin Penetapan Panji Gumilang sebagai Tersangka TPPU Sah Menurut Hukum

Nasional
Polisi Lengkapi Kekurangan Berkas Perkara TPPU Panji Gumilang

Polisi Lengkapi Kekurangan Berkas Perkara TPPU Panji Gumilang

Nasional
Jokowi Kumpulkan Menteri Bahas Pengungsi Terdampak Erupsi Gunung Ruang

Jokowi Kumpulkan Menteri Bahas Pengungsi Terdampak Erupsi Gunung Ruang

Nasional
Bersama TNI AL, Polisi, dan Basarnas, Bea Cukai Bantu Evakuasi Korban Erupsi Gunung Ruang

Bersama TNI AL, Polisi, dan Basarnas, Bea Cukai Bantu Evakuasi Korban Erupsi Gunung Ruang

Nasional
Prabowo Ingin Berkumpul Rutin Bersama Para Mantan Presiden, Bahas Masalah Bangsa

Prabowo Ingin Berkumpul Rutin Bersama Para Mantan Presiden, Bahas Masalah Bangsa

Nasional
Hanura Sebut Suaranya di Manokwari Dipindah ke PSI, Berdampak ke Perolehan Kursi DPRD

Hanura Sebut Suaranya di Manokwari Dipindah ke PSI, Berdampak ke Perolehan Kursi DPRD

Nasional
Gugat Hasil Pileg, Pengacara Gerindra Malah Keliru Minta MK Batalkan Permohonan

Gugat Hasil Pileg, Pengacara Gerindra Malah Keliru Minta MK Batalkan Permohonan

Nasional
Resmikan Warung NKRI Digital, BNPT Ingatkan Semua Pihak Ciptakan Kemandirian Mitra Deradikalisasi

Resmikan Warung NKRI Digital, BNPT Ingatkan Semua Pihak Ciptakan Kemandirian Mitra Deradikalisasi

Nasional
Klaim Ada Perpindahan Suara ke PKB, PKN, dan Garuda, PPP Minta PSU di Papua Pegunungan

Klaim Ada Perpindahan Suara ke PKB, PKN, dan Garuda, PPP Minta PSU di Papua Pegunungan

Nasional
Berkaca Kasus Brigadir RAT, Kompolnas Minta Polri Evaluasi Penugasan Tak Sesuai Prosedur

Berkaca Kasus Brigadir RAT, Kompolnas Minta Polri Evaluasi Penugasan Tak Sesuai Prosedur

Nasional
Hakim MK Singgung Timnas di Sidang Pileg: Kalau Semangat kayak Gini, Kita Enggak Kalah 2-1

Hakim MK Singgung Timnas di Sidang Pileg: Kalau Semangat kayak Gini, Kita Enggak Kalah 2-1

Nasional
Caleg PDI-P Hadiri Sidang Sengketa Pileg secara Daring karena Bandara Sam Ratulangi Ditutup

Caleg PDI-P Hadiri Sidang Sengketa Pileg secara Daring karena Bandara Sam Ratulangi Ditutup

Nasional
Ketum PGI: 17 Kali Jokowi ke Papua, tapi Hanya Bertemu Pihak Pro Jakarta

Ketum PGI: 17 Kali Jokowi ke Papua, tapi Hanya Bertemu Pihak Pro Jakarta

Nasional
Kasus Brigadir RAT, Beda Keterangan Keluarga dan Polisi, Atasan Harus Diperiksa

Kasus Brigadir RAT, Beda Keterangan Keluarga dan Polisi, Atasan Harus Diperiksa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com