JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan tidak sepakat dugaan transaksi Rp 4 miliar di rumah tahanan (Rutan) KPK disebut sebagai pungutan liar (pungli).
Menurut Novel, menyebut transaksi di rutan KPK itu sebagai pungli berarti memperkecil persoalan. Menurut dia, peristiwa itu jauh lebih berbahaya daripada pungli.
"Ini lebih dari itu, ini ada pemerasan atau suap dan itu adalah tindak pidana korupsi," kata Novel kepada wartawan, Senin (26/6/2023).
Novel menekankan agar kasus tersebut diusut secara pidana, alih-alih hanya penegakan proses etik atau disiplin. Ia mendorong kasus itu dilaporkan kepada penegak hukum terkait.
Baca juga: Saat KPK Bebas Tugaskan Puluhan Pegawai Buntut Suap-Pemerasan Tahanan di Rutan KPK...
Lebih lanjut, Novel mengingatkan betapa berbahayanya transaksi dugaan suap atau pemerasan di rutan KPK.
Ia khawatir, dugaan suap atau pemerasan di rutan, yang terkait penyelundupan alat komunikasi, membuat para tahanan kauss korupsi menghilangkan barang bukti.
"Orang ditahan kan tujuannya untuk jangan sampai menghilangkan barang bukti," ujar Novel.
Skandal pungli di lembaga antirasuah ini pertama kali dibongkar oleh Dewan Pengawas (Dewas) KPK.
Kasus itu terkuak saat Dewas memproses laporan dugaan pelanggaran etik pelecehan seksual pegawai rutan ke istri tahanan KPK.
Baca juga: Terkait Pungli di Rutan KPK, Mahfud MD: Ironi, Harus Ditangani
Anggota Dewas KPK Albertina Ho mengatakan pihaknya telah mengungkap dugaan pungli itu dilakukan dengan setoran tunai.
Menurut dia, nilai pungli di rutan KPK cukup fantastis, yakni Rp 4 miliar. Albertina juga menyebut adanya kemungkinan jumlah uang pungli itu akan terus bertambah.
“Semua itu menggunakan rekening pihak ketiga dan sebagainya,” ujar Albertina Ho.
Sementara itu, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan pihaknya menduga kasus di rutan itu terkait dugaan suap, gratifkasi, dan pemerasan terhadap tahanan KPK.
Menurut dia, transaksi itu sudah lama dilakukan namun baru terungkap belakangan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.