Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dewas Sebut Tidak Bisa Pecat Petugas Rutan KPK yang Lecehkan Istri Tahanan, Kewenangan di Inspektorat

Kompas.com - 26/06/2023, 17:32 WIB
Syakirun Ni'am,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) menyatakan tidak bisa memecat petugas rumah tahanan (Rutan) KPK, berinisial M, yang melecehkan istri tahanan.

Ketua Dewas KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean mengatakan, pihaknya hanya bisa menjatuhkan sanksi moral.

“Kalau kita tidak punya wewenang untuk memecat orang, pegawai, tidak ada,” ujar Tumpak kepada wartawan, Senin (26/5/2023).

Baca juga: Petugas Rutan KPK yang Lecehkan Istri Tahanan Saat Ini Jaga Gedung, Jalani Pemeriksaan Disiplin

Menurut Tumpak, pihaknya telah mendorong dugaan pelecehan tersebut dibawa ke proses penegakan disiplin di Inspektorat KPK.

Adapun pemeriksaan dugaan pelanggaran disiplin dilakukan oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) KPK, Cahya H. Harefa.

Kewenangan untuk memecat pegawai rutan tersebut atau tidak berada di tangan Inspektorat.

“Apakah dia diberhentikan atau dipecat, bagaimana saya enggak tahu,” ujar Tumpak.

Baca juga: Novel: Penyelundupan Alat Komunikasi ke Rutan Sangat Berbahaya, Bisa untuk Hilangkan Bukti

Berdasarkan Peraturan Dewas KPK Nomor 2 Tahun 2020 hukuman untuk pimpinan dan pegawai biasa dibedakan.

Hukuman terberat bagi anggota Dewas dan pimpinan KPK dalam peraturan itu adalah pemotongan gaji pokok sebesar 40 persen selama 12 bulan dan diminta mengajukan diri sebagai Dewas dan pimpinan.

Sementara, hukuman paling berat bagi pegawai adalah pemotongan gaji pokok sebesar 30 persen selama 12 bulan.

Jika terperiksa merupakan pegawai pada Rumpun Jabatan Struktural, dia bisa diberhentikan dari jabatannya dan ditempatkan pada Rumpun Jabatan Fungsional dengan Tingkat Jabatan yang lebih rendah dari Tingkat Jabatan sebelumnya.

Baca juga: Pegawai KPK yang Lecehkan Istri Tahanan Dipindahkan dari Rutan

Sementara, bagi pegawai pada Rumpun Jabatan Spesialis atau Administrasi diturunkan Tingkat Kompetensinya sebanyak 2 jenjang.

Kemudian, terperiksa atau pegawai diminta mengajukan pengunduran diri. Hukuman lainnya adalah diberhentikan tidak dengan hormat sebagai pegawai komisi.

Sebelumnya, Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK, Ali Fikri mengatakan Dewas telah menyatakan petugas rutan yang melecehkan istri tahanan melakukan pelanggaran etik sedang.

Keputusan itu dibacakan dalam sidang etik yang digelar terbuka untuk umum pada April lalu.

“Putusan pelanggaran etik sedang,” ujar Ali.

Baca juga: Komnas Perempuan Duga Petugas Rutan KPK Gunakan Relasi Kuasa untuk Lecehkan Istri Tahanan

Ali membenarkan, pelaku dijatuhi hukuman sanksi etik sedang oleh Dewas.

Dalam Peraturan Dewas KPK Nomor 02 Tahun 2020 Tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK, terdapat sejumlah bentuk hukuman sedang.

Sanksi itu adalah pemotongan gaji pokok sebesar 10 persen selama 6 bulan, pemotongan gaji pokok sebesar 15 persen selama 6 bulan, dan pemotongan gaji pokok sebesar 20 persen selama 6 bulan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com