Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tanggapi DPR, IDI: Mogok Kerja Ditunda, Masih Berharap Ada Jalan Keluar Lebih Kompromistis

Kompas.com - 21/06/2023, 17:56 WIB
Fika Nurul Ulya,
Bagus Santosa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengurus PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Iqbal Mochtar mengatakan, para tenaga medis dan tenaga kesehatan (nakes) masih berharap ada jalan keluar yang lebih baik terkait polemik Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan.

Harapan ini membuat tenaga medis belum kunjung melakukan mogok kerja, meski rencana itu sudah ada sejak beberapa waktu lalu.

Baca juga: Soal Kelanjutan RUU Kesehatan, Jokowi: Itu Wilayahnya DPR

Adapun ungkapan ini merespons pernyataan Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU Kesehatan, Emanuel Melkiades Laka Lena, yang mengingatkan organisasi profesi untuk memegang sumpah jabatannya, usai rencana mogok kerja mencuat.

"Di sini perlu dihargai bagaimana niat IDI menunda mogok. Ini karena mereka masih berharap akan ada jalan keluar yang lebih kompromistis tanpa melakukan mogok seperti ini," kata Iqbal saat dihubungi Kompas.com, Rabu (21/6/2023).

Pria yang juga pengurus PP Ikatan Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) ini menuturkan, mogok kerja merupakan salah satu bentuk protes yang diambil usai serangkaian aksi damai.

Protes keras tenaga medis termasuk IDI terhadap RUU Kesehatan justru memberikan sinyal positif bahwa IDI masih memiliki niat baik selain menuntut.

Jika tidak memiliki niat baik terhadap pembangunan kesehatan, bukan tak mungkin IDI sudah melakukan mogok sejak beberapa hari lalu. IDI, kata Iqbal, masih mempertimbangkan bahwa mogok kerja akan membahayakan sistem pelayanan kesehatan di Indonesia.

"Jadi sebenarnya terlihat bahwa IDI memiliki niat baik, mereka ingin didengarkan, mereka bukan ingin menghancurkan sistem pelayanan kita," ucap Iqbal.

Baca juga: PDSI Sebut RUU Kesehatan Perlu Disahkan Supaya Rakyat Mendapat Layanan Lebih Luas

Padahal mogok merupakan bagian dari pencapaian aspirasi. Kalau aspirasi tidak didengar dan telah disampaikan berkali-kali, itu merupakan satu alternatifnya," imbuhnya.

Lebih lanjut dia menyampaikan, mogok kerja sebetulnya bukan hal yang tahu. Iqbal beberapa kali sempat mengetahui adanya mogok nasional di negara lain, termasuk di Jepang.

Lagipula, ancaman mogok kerja menandakan adanya kejanggalan yang dirasakan tenaga medis. Hal ini mengingat dokter dan tenaga kesehatan merupakan silent professional.

"Mereka adalah profesi-profesi yang sebenarnya tidak terlalu banyak menuntut dan tidak terlalu ribut. Jadi ketika mereka melakukan atau membawa tuntutan mereka, itu sebenarnya merupakan refleksi atas kegalauan mereka. Nah, karena itulah mereka melakukan aksi," jelas Iqbal.

Sebelumnya diberitakan, Ketua Panja RUU Kesehatan Emanuel Melkiades Laka Lena, mengingatkan dokter dan tenaga kesehatan memegang teguh sumpah jabatannya. Mogok kerja justru berimplikasi buruk kepada pasien.

“Berulang kali kami ingatkan, urusan menyangkut aspirasi yang kemudian masuk itu urusan yang lain. Ada mekanismenya,” ujar Melki di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (20/6/2023).

“Ada mekanisme hukum, itu diatur konstitusi. Silakan saja tak ada masalah, tapi kalau itu mogok, yang kasihan pasien. Tenaga kesehatan yang bersangkutan, itu dia melanggar sumpah profesi dia,” sambung dia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Nasional
Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Nasional
Soal Kemungkinan Ajak Megawati Susun Kabinet, TKN: Pak Prabowo dan Mas Gibran Tahu yang Terbaik

Soal Kemungkinan Ajak Megawati Susun Kabinet, TKN: Pak Prabowo dan Mas Gibran Tahu yang Terbaik

Nasional
PKS Siap Gabung, Gerindra Tegaskan Prabowo Selalu Buka Pintu

PKS Siap Gabung, Gerindra Tegaskan Prabowo Selalu Buka Pintu

Nasional
PKB Jaring Bakal Calon Kepala Daerah untuk Pilkada 2024, Salah Satunya Edy Rahmayadi

PKB Jaring Bakal Calon Kepala Daerah untuk Pilkada 2024, Salah Satunya Edy Rahmayadi

Nasional
Saat Cak Imin Berkelakar soal Hanif Dhakiri Jadi Menteri di Kabinet Prabowo...

Saat Cak Imin Berkelakar soal Hanif Dhakiri Jadi Menteri di Kabinet Prabowo...

Nasional
Prabowo Ngaku Disiapkan Jadi Penerus, TKN Bantah Jokowi Cawe-cawe

Prabowo Ngaku Disiapkan Jadi Penerus, TKN Bantah Jokowi Cawe-cawe

Nasional
Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Nasional
Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang 'Hoaks'

Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang "Hoaks"

Nasional
Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok 'Kepedasan' di Level 2

Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok "Kepedasan" di Level 2

Nasional
Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Nasional
Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Nasional
Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Nasional
May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

Nasional
Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com