Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

YLBHI: RUU Kesehatan Bodong Naskah Akademiknya, seperti UU Cipta Kerja

Kompas.com - 13/06/2023, 23:42 WIB
Singgih Wiryono,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur mengatakan, penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan hampir sama seperti Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja.

Menurut Isnur, kemiripan itu terlihat dari uji konteks akademik yang dinilai sama-sama tidak terlihat.

"Jadi lagi-lagi sama seperti Omnibus law Cipta Kerja, berada di ruang gelap. Tidak ada uji dalam konteks akademik, verifikasi, dan klasifikasi," ujar Isnur dalam konferensi pers, Selasa (13/6/2023).

"Mau dibilang bodong ya bodong naskah akademiknya," ujar dia.

Baca juga: ICW Sebut RUU Kesehatan Belum Mampu Jawab Masalah Korupsi Bidang Pelayanan Kesehatan

Isnur mengatakan, naskah akademik dalam penyusunan RUU Kesehatan dibuat dengan ceroboh dan tidak ada legitimasi.

Dia menyebut, naskah akademik tidak memiliki kekuatan yang layak untuk disebut sebagai naskah akademik penyusun undang-undang.

"Misalnya dalam metodologi penelitian mengutip beberapa ahli atau pakar yang sudah usang bukunya, bahkan bukunya sudah direvisi oleh penulisnya sendiri," ucap Isnur.

Isnur menyebut, RUU Kesehatan ini akan mengevaluasi berbagai kebijakan dalam undang-undang lainnya.

Namun, reverensi untuk naskah akademik tidak dejlas, termasuk siapa yang menulis riset terkait naskah akademik RUU tersebut.

"Kita pun sama sekali tidak tahu siapa yang menyusun ini. Bagaimana ini bisa dipertanggungjawabkan sebagai naskah akademik kalau kita tidak tahu siapa yang menyusunnya," ujar dia.

Baca juga: Koalisi Masyarakat Sipil Minta Pengesahan RUU Kesehatan Ditunda, Ini 7 Alasannya

Oleh karena itu, YLBHI bersama 42 gerakan masyarakat sipil lainnya meminta agar pengesahan RUU Kesehatan tersebut ditunda.

Selain alasan naskah akademik yang mirip UU Cipta Kerja, ada beberapa alasan yang diungkap koalisi masyarakat sipil seperti pembahasan RUU Kesehatan yang tertutup dan tanpa partisipasi publik yang bermakna.

Alasan lain, lemahnya urgensi kebutuhan RUU Kesehatan dengan metode omnibus law.

RUU tersebut juga dinilai cenderung mengarah pada liberalisasi sistem kesehatan dan memperluas privatisasi layanan kesehatan.

RUU Kesehatan tersebut juga dinilai meniadakan alokasi minimal anggaran kesehatan.

Sentralisasi tata kelola kesehatan oleh pemerintah pusat juga dinilai dapat mengurangi independensi pengetahuan di sektor kesehatan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Covid-19 di Singapura Naik, Imunitas Warga RI Diyakini Kuat

Covid-19 di Singapura Naik, Imunitas Warga RI Diyakini Kuat

Nasional
WWF 2024 Jadi Komitmen dan Aksi Nyata Pertamina Kelola Keberlangsungan Air

WWF 2024 Jadi Komitmen dan Aksi Nyata Pertamina Kelola Keberlangsungan Air

Nasional
Menhub Targetkan Bandara VVIP IKN Beroperasi 1 Agustus 2024

Menhub Targetkan Bandara VVIP IKN Beroperasi 1 Agustus 2024

Nasional
Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Sempat Ditangani Psikolog saat Sidang

Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Sempat Ditangani Psikolog saat Sidang

Nasional
Polri: Kepolisian Thailand Akan Proses TPPU Istri Fredy Pratama

Polri: Kepolisian Thailand Akan Proses TPPU Istri Fredy Pratama

Nasional
Polri dan Kepolisian Thailand Sepakat Buru Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polri dan Kepolisian Thailand Sepakat Buru Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Lewat Ajudannya, SYL Minta Anak Buahnya di Kementan Sediakan Mobil Negara Dipakai Cucunya

Lewat Ajudannya, SYL Minta Anak Buahnya di Kementan Sediakan Mobil Negara Dipakai Cucunya

Nasional
KPK Duga Eks Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin Terima Fasilitas di Rutan Usai Bayar Pungli

KPK Duga Eks Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin Terima Fasilitas di Rutan Usai Bayar Pungli

Nasional
Desta Batal Hadir Sidang Perdana Dugaan Asusila Ketua KPU

Desta Batal Hadir Sidang Perdana Dugaan Asusila Ketua KPU

Nasional
Soal Lonjakan Kasus Covid-19 di Singapura, Kemenkes Sebut Skrining Ketat Tak Dilakukan Sementara Ini

Soal Lonjakan Kasus Covid-19 di Singapura, Kemenkes Sebut Skrining Ketat Tak Dilakukan Sementara Ini

Nasional
DKPP Akan Panggil Sekjen KPU soal Hasyim Asy'ari Pakai Fasilitas Jabatan untuk Goda PPLN

DKPP Akan Panggil Sekjen KPU soal Hasyim Asy'ari Pakai Fasilitas Jabatan untuk Goda PPLN

Nasional
Menhub Usul Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Masuk PSN

Menhub Usul Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Masuk PSN

Nasional
SYL Diduga Minta Uang ke Para Pegawai Kementan untuk Bayar THR Sopir hingga ART

SYL Diduga Minta Uang ke Para Pegawai Kementan untuk Bayar THR Sopir hingga ART

Nasional
Delegasi DPR RI Kunjungi Swedia Terkait Program Makan Siang Gratis

Delegasi DPR RI Kunjungi Swedia Terkait Program Makan Siang Gratis

Nasional
Hari Ke-11 Penerbangan Haji Indonesia, 7.2481 Jemaah Tiba di Madinah, 8 Wafat

Hari Ke-11 Penerbangan Haji Indonesia, 7.2481 Jemaah Tiba di Madinah, 8 Wafat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com