JAKARTA, KOMPAS.com - Pada 14 Mei 1998, Harian Kompas menerbitkan koran dengan judul utama "Presiden Siap Mundur" di halaman depan.
Judul dari pemberitaan tentang Presiden Soeharto yang saat itu disebutkan siap mengundurkan diri dari jabatannya itu membuat gempar publik di Tanah Air dan luar negeri.
Rupanya, judul tersebut dimuat di Harian Kompas berdasarkan laporan wartawan Kompas Joseph Osdar, yang meliput kunjungan Soeharto ke Mesir dalam rangka menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G15 di Kairo.
Osdar menceritakan bahwa rombongan Presiden Soeharto bertolak ke Mesir sejak 9 Mei 1998.
Sementara itu, KTT G15 sendiri baru dimulai pada 11 Mei 1998.
Baca juga: 25 Tahun Reformasi: Saat Soeharto Bacakan Pidato Pengunduran Diri di Istana Merdeka
Menurut Osdar, selama di Mesir, situasi krisis dan kerusuhan di Indonesia menjadi sorotan.
Media-media di Mesir pun memberitakan situasi kerusuhan yang terjadi di Indonesia.
"Tanggal 12 Mei mulai pertemuan (KTT). Itu pas pertemuan pimpinan-pimpinan negara anggota G15 itu terjadi penembakan di Trisakti itu di Indonesia," ujar Osdar dalam wawancara khusus bersama Kompas.com, Senin (15/5/2023).
"Itu menjadi pemberitaan di televisi-televisi. Di Kairo itu, di pressroom di hotel itu yang tempat kita menginap itu sudah muncul (berita) kerusuhan, penembakan, yang nembak-nembak itu," katanya lagi.
Perkembangan situasi di Indonesia semakin menjadi perbincangan di kalangan pejabat, jurnalis maupun masyarakat di Kairo.
Baca juga: Sisyphus dan Reformasi: 25 Tahun Memperjuangkan Demokrasi
Sementara itu, kata Osdar, rombongan wartawan Istana yang ikut Soeharto ke Mesir belum bisa leluasa menuliskan kondisi yang ada.
Oleh karenanya, hanya beberapa berita kecil yang kemudian ditulis dan dikirimkan ke Indonesia.
Antara lain bagaimana reaksi di Kairo, juga pernyataan Menteri Luar Negeri (Menlu) Amerika Serikat saat itu, Madeleine Albright di forum KTT G15 yang mencemaskan situasi di Indonesia.
Pada 13 Mei 1998, KTT G15 berakhir dan diadakan jumpa pers. Tetapi, Presiden Soeharto tidak ikut hadir.
Ternyata dalam jumpa pers tersebut ada wartawan asing yang menanyakan kepada pemimpin G15 mengenai tanggapan situasi di Indonesia.
Baca juga: 25 Tahun Reformasi: Soeharto Lengser, Habibie Jadi Presiden hingga Isu Kudeta
Osdar mengungkapkan, Menlu Madeleine Albright saat itu memberikan tanggapan dengan menyatakan bahwa sebaiknya tuntutan reformasi di Indonesia dipenuhi saja.
"Nah sudah setelah itu masalah Indonesia itu menjadi pembicaraan tanya jawab antara wartawan dengan peserta KTT G15," katanya.
Osdar melanjutkan, masih pada 13 Mei 1998, tepatnya saat malam hari, Presiden Soeharto mengumpulkan masyarakat Indonesia yang belajar dan bekerja di Mesir.
Acara tersebut digelar di kedutaan RI di Kairo.
Menurut Osdar, bangunan gedung kedutaan RI berada di tepi Sungai Nil, sungai yang dikenal luas publik dunia sebagai pusat peradaban masa lalu Mesir.
Osdar mengungkapkan, saat itu Soeharto menyampaikan pemaparannya tanpa teks. Salah satunya soal isu reformasi.
"Tentang kita nanti akan mengadakan reformasi, tentang tuntutan reformasi. Lalu, Pak Harto dengan gayanya menyatakan, 'bahwa nanti kita akan mengadakan reformasi. Reformasi itu sebenarnya sudah berjalan'," demikian jelas Osdar mengutip pernyataan Soeharto saat itu.
Bahkan, ketika itu Soeharto sempat menyatakan reformasi sudah ada sejak dulu, tepatnya sejak zaman kerajaan Majapahit.
Baca juga: Yusril Kenang Detik-detik Soeharto Mundur, Orde Baru Runtuh, Berganti Era Reformasi
Jenderal bintang lima TNI itu pun melanjutkan penjelasan dengan menyinggung soal harta kekayaan keluarganya.
"Dia ngomong sendiri bahwa 'saya dituduh sebagai orang yang menyimpan harta kekayaan Indonesia. Saya terimakasih kalau saya dituduh bahwa saya orang kaya di dunia. Karena nanti kekayaan saya bisa buat mengatasi krisis di Indonesia ini'," kata Osdar masih menirukan ucapan Soeharto.
Setelah membantah soal harta kekayaan itulah, Soeharto kemudian menyampaikan kalimat yang akhirnya membuat gempar pemberitaan.
"Dia (Presiden Soeharto) mengatakan, 'kalau seandainya rakyat tak menghendaki saya, ya sudah saya juga tidak mengapa kalau saya mundur. Tetapi harus tetap secara konstitusional. Saya tidak akan mempertahankan dengan senjata'. Kurang lebih begitu," ujar Osdar.