Saat itulah Osdar tersadar bahwa pernyataan yang baru saja disampaikan Soeharto merupakan hal penting.
Insting wartawannya mengatakan bahwa pernyataan itu harus segera dilaporkan kepada redaksi di Jakarta.
"Tapi, saya lihat (waktu) di Indonesia sudah hampir jam satu (01.00 WIB dinihari). Sudah deadline. Tapi, ya sudah saya lalu cari telepon, di kedutaan itu saya cari telepon untuk menelpon ke Indonesia," katanya.
Baca juga: Ketika Aksi Mahasiswa 1998 di Era Soeharto Dihadapkan dengan Peluru Tajam...
Namun, karena sudah lewat tengah malam, telepon di kedutaan sudah ditutup. Sementara saat itu belum ada smartphone seperti saat ini.
Saat itu, Osdar terus mencari telepon mana yang bisa digunakan. Akhirnya, ia menemukan satu-satunya telepon yang ada, yakni di pos penjagaan.
"Nah saya telepon dari situ. Saya menyatakan kepada Kompas, saya bilang, 'ini Pak Harto mau mundur. Pak Harto mau mundur nih'," kata Oscar.
Karena waktu deadline semakin mendekati, saat itu akhirnya Kompas meminta Osdar memberikan laporan dengan didiktekan lewat telepon.
Redaksi kemudian menulis hasil laporan lisan yang diberikan Osdar.
Osdar mengungkapkan, saat itu ada dua poin yang disampaikannya.
"Pertama, Kalau rakyat Indonesia tidak menghendaki saya, saya tidak akan mempertahankan dengan senjata. Lalu, yang kedua, pada intinya Presiden Soeharto membantah bahwa keluarganya itu terkaya keempat di dunia. Sudah itu saja," ujarnya.
Baca juga: Hari-hari Lengsernya Soeharto Setelah 32 Tahun Menjabat Presiden
Setelah memberikan laporan ke Jakarta, Osdar sempat berjalan-jalan sebentar di Kairo.
Namun, karena perasannya tidak enak karena telah memberikan laporan sebelumnya dirinya tak jadi menghabiskan waktu dengan berjalan-jalan.
Ia memikirkan seperti apa pemberitaan yang akan terbit di Kompas keesokan harinya.
Osdar pun kembali ke hotel tempat rombongan wartawan Indonesia menginap.
Sesampai di hotel, resepsionis mengabarinya bahwa dia mendapat telepon dari Jakarta.
Saat telepon diterima, ternyata Mantan Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin yang menghubunginya.
"Saya ambil telepon, ternyata waktu itu yang telepon Pak Ali Sadikin. 'Wah Osdar ternyata kamu bukan anteknya Soeharto ya, kita mau bergerak ini'," demikian kata Oscar menirukan Ali Sadikin.
Baca juga: Kekecewaan Soeharto ketika Ditinggalkan 14 Menteri...
Sebagaimana diketahui selama Orde Baru, Ali Sadikin diketahui sebagai salah satu tokoh yang kerap mengkritik Soeharto.
Dari perbincangan telepon itulah Osdar mengetahui bahwa berita yang dilaporkannya menjadi berita utama atau headline di Harian Kompas.
Saat itu, Osdar langsung merasa khawatir. Ia memikirkan seperti apa dampak dari pemberitaan tersebut nantinya.
"Wah saya sudah gini (menyentuh dada memeriksa detak jantung karena merasa khawatir). Ternyata benar (dampak pemberitaannya)," kata Osdar.
"Sebab, saat saya sampai di kamar itu teman saya yang satu kamar dari Suara Pembaruan sedang mencari-cari rekaman," ujarnya lagi.
Rekaman yang dimaksud adalah saat Soaharto mengatakan akan mundur.
Baca juga: Kunjungan Soeharto ke Mesir Sebelum Mundur sebagai Presiden...
Dilansir dari pemberitaan Kompas, James Luhulima, redaktur politik Harian Kompas ketika itu menerima telepon dari Osdar dari Mesir.
Osdar melaporkan bahwa Soeharto menyampaikan mau mundur.
"Saya bilang, 'wah, itu berita besar. Kirim deh'. Waktu itu saya bilang kirim tiga alinea saja karena sudah malam. Jadi, kalau dia bikin tiga alinea tidak terlalu lama waktunya, tapi esensinya ada. Tapi dia bilang di sini repot. Akhirnya, saya suruh dia dikte, saya catat," kata James.
August Parengkuan, Wakil Pemimpin Redaksi Kompas ketika itu mengaku percaya dengan laporan wartawannya.