Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terduga Pelaku Pelanggaran HAM Masa Lalu Tak Dicari Dinilai Langgengkan Impunitas

Kompas.com - 08/05/2023, 15:10 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sikap pemerintah yang menyatakan tidak akan mencari pelaku 12 kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) masa lalu dinilai sama saja melanggengkan impunitas terhadap para pelaku.

"Pemerintah berusaha menitikberatkan penyelesaian non-yudisial dengan tidak akan mencari pelaku. Pernyataan tersebut jelas kembali mempertontonkan impunitas atau kekebalan hukum pada para pelanggar HAM di Indonesia," kata Koordinator Badan Pekerja Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Fatia Maulidiyanti, dalam keterangan pers yang dikutip pada Senin (8/5/2023).

Fatia mengatakan, meski pemerintah mengakui telah terjadi 12 peristiwa pelanggaran HAM berat masa lalu, tetapi pemerintah tidak memproses hukum para pelakunya.

Maka dari itu, kata Fatia, dengan menyatakan tidak akan mencari para pelaku 12 kasus pelanggaran HAM berat masa lalu, pemerintah sama saja mengubur prinsip dan upaya pengungkapan kebenaran, akuntabilitas dan, pertanggungjawaban dari aktor negara.

Baca juga: Kontras Desak Pemerintah Tuntaskan Pelanggaran HAM Berat Lewat Proses Hukum

"Pemerintah seakan menutup ruang pengungkapan kebenaran karena ada celah untuk mensimplifikasi peristiwa yang terjadi baik kepada korban maupun keluarga korban sebagai kelompok yang terdampak langsung," ujar Fatia.

Fatia mengatakan, jika negara serius dan berkomitmen untuk menyelesaikan 12 kasus pelanggaran HAM berat masa lalu, pemerintah seharusnya berupaya memberikan keadilan melalui pengungkapan kebenaran dan keadilan, terutama bagi para korban, keluarga korban, dan penyintas.

"Bukan justru keadilan dan ruang aman bagi para pelaku pelanggaran HAM berat," ucap Fatia.

Menurut Fatia, pengakuan oleh negara terhadap kasus pelanggaran HAM berat tanpa dibarengi dengan permintaan maaf, pertanggungjawaban, dan akuntabilitas dalam menyelesaikan kasus itu hanya semu dan tidak dapat memberikan keadilan bagi korban.

Baca juga: Amnesty Internasional: Tak Ada Permintaan Maaf Berarti Negara Tidak Akui Kesalahan Pelanggaran HAM Berat

"Permintaan maaf tentu penting, karena merupakan wujud reparasi simbolis sebagai awal dari upaya mengakui kesalahan dengan sungguh dan menempatkan korban sebagai pihak yang telah dirampas haknya dan harus dihormati," ucap Fatia.

Dia menambahkan, pengakuan dan permintaan maaf kepada korban pelanggaran HAM berat masa lalu tentu saja tidak bisa berdiri sendiri.

Pengakuan dan permintaan maaf dari pemerintah harus ditindaklanjuti dengan serangkaian tindakan politik lainnya seperti mengembalikan hak-hak korban dan keluarga korban serta tindakan hukum dengan mengadili para terduga pelaku pelanggaran HAM berat masa lalu.

Selain itu, kata Fatia, menurut hukum yang berlaku universal, negara sebagai duty bearer atau pengemban tugas tentu memiliki serangkaian kewajiban yang harus dilakukan secara holistik terhadap kasus pelanggaran HAM berat.

Baca juga: Jokowi Didesak Minta Maaf kepada Korban Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu

Tugas itu berupa kewajiban mengingat (duty to remember), kewajiban untuk menuntut pidana (duty to prosecute), kewajiban untuk mengembalikan keadaan korban (duty to redress) serta kewajiban untuk menjamin tak ada lagi repetisi pelanggaran HAM (non-recurrence).

Pernyataan penolakan menyampaikan permintaan maaf atas kasus pelanggaran HAM berat masa lalu itu disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD, dalam jumpa pers di Istana Kepresidenan usai rapat membahas kelanjutan penyelesaian pelanggaran HAM berat non-yudisial bersama Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Selasa (2/5/2023) lalu.

Mahfud menyatakan pemerintah tidak meminta maaf atas 12 kasus pelanggaran HAM masa lalu berdasarkan rekomendasi penyelesaian non yudisial.

Halaman:


Terkini Lainnya

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

Nasional
PKB: Semua Partai Terima Penetapan Prabowo-Gibran, kecuali yang Gugat ke PTUN

PKB: Semua Partai Terima Penetapan Prabowo-Gibran, kecuali yang Gugat ke PTUN

Nasional
Ukir Sejarah, Walkot Surabaya Terima Penghargaan Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha

Ukir Sejarah, Walkot Surabaya Terima Penghargaan Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha

BrandzView
Jokowi dan Gibran Disebut Bukan Bagian PDI-P, Kaesang: Saya Enggak Ikut Urusi Dapurnya

Jokowi dan Gibran Disebut Bukan Bagian PDI-P, Kaesang: Saya Enggak Ikut Urusi Dapurnya

Nasional
Helikopter Panther dan KRI Diponegoro Latihan Pengiriman Barang di Laut Mediterania

Helikopter Panther dan KRI Diponegoro Latihan Pengiriman Barang di Laut Mediterania

Nasional
Kaesang Sebut PSI Sudah Kantongi Bakal Calon Gubernur DKI Jakarta

Kaesang Sebut PSI Sudah Kantongi Bakal Calon Gubernur DKI Jakarta

Nasional
Hasto: Di Tengah Panah 'Money Politic' dan 'Abuse of Power', PDI-P Masih Mampu Jadi Nomor 1

Hasto: Di Tengah Panah "Money Politic" dan "Abuse of Power", PDI-P Masih Mampu Jadi Nomor 1

Nasional
Jokowi Suntik Modal Hutama Karya Rp 18,6 T untuk Pembangunan Tol Sumatera

Jokowi Suntik Modal Hutama Karya Rp 18,6 T untuk Pembangunan Tol Sumatera

Nasional
Ke Kader yang Akan Ikut Pilkada, Megawati: Kalau Bohong, Lebih Baik Tidak Usah

Ke Kader yang Akan Ikut Pilkada, Megawati: Kalau Bohong, Lebih Baik Tidak Usah

Nasional
Hakim: Hinaan Rocky Gerung Bukan ke Pribadi Jokowi, tetapi kepada Kebijakan

Hakim: Hinaan Rocky Gerung Bukan ke Pribadi Jokowi, tetapi kepada Kebijakan

Nasional
Belum Putuskan Maju Pilkada di Mana, Kaesang: Lihat Dinamika Politik

Belum Putuskan Maju Pilkada di Mana, Kaesang: Lihat Dinamika Politik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com