Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bareskrim: Korban TPPO Disuruh Kerja Jadi Operator Judi di LN, tapi Disiksa dan Gaji Dipotong

Kompas.com - 05/05/2023, 22:04 WIB
Adhyasta Dirgantara,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro mengungkapkan tren korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) disuruh bekerja menjadi operator judi di luar negeri semakin meningkat.

Djuhandani mengatakan, sindikat kejahatan internasional ini merekrut WNI untuk bekerja di perusahaan yang mereka bangun di Kamboja dan Myanmar untuk melakukan kejahatan seperti scam online, judi, serta penipuan.

"Sindikat ini memasang lowongan kerja di Instagram dan Facebook untuk dipekerjakan sebagai operator judi dan lain-lainnya untuk melakukan kejahatan dengan korban di luar negeri," ujar Djuhandani dalam keterangannya, Jumat (5/5/2023).

Baca juga: Fakta Penyekapan WNI di Myanmar: Dijanjikan Gaji Rp 10 Juta Per Bulan, Dipaksa Kerja 17 Jam Sehari

Djuhandani menjelaskan, para korban tersebut diberangkatkan dari Jakarta menuju Thailand atau Singapura terlebih dahulu dengan menggunakan pesawat.

Setelah itu, barulah korban diterbangkan lagi menuju Kamboja atau Myanmar.

Menurut Djuhandani, para korban TPPO asal Indonesia mau menerima pekerjaan tersebut karena diiming-imingi gaji tinggi.

Ternyata, gaji mereka malah dipotong. Bahkan, para korban juga disiksa.

"Ternyata di sana gajinya dipotong, banyak yang disekap dan disiksa," ujarnya.

Baca juga: 20 WNI Disekap di Myanmar, Jokowi: Kita Berusaha Evakuasi Mereka

Djuhandani menegaskan pihaknya berusaha untuk membebaskan para korban TPPO.

Dia bahkan memaparkan sejak tahun 2020 hingga 2023, Bareskrim telah menangani 405 kasus TPPO dengan jumlah tersangka 517 orang.

"Polri mendukung isu perdagangan manusia dibahas dalam KTT ASEAN. Sejak pasca-pandemi Covid-19, kasus TPPO naik signifikan dengan jumlah korban yang cukup banyak mencapai 1.387 orang," ujar Djuhandani.

Djuhandai merinci, ada 126 kasus TPPO di tahun 2020, dengan jumlah korban terdiri dari 105 perempuan, 35 anak-anak, dan 93 laki-laki.

Lalu, di tahun 2021, ada 122 kasus dengan jumlah korban 165 perempuan, 74 anak-anak, dan 59 laki-laki.

Menurut dia, kasus perbudakan manusia meningkat tajam pada 2022 dengan jumlah laporan polisi (LP) sebanyak 133 kasus dengan korban yang terdiri 336 perempuan, 21 anak-anak, dan 306 laki-laki.

Dia menilai, kenaikan jumlah korban pada 2022 terjadi karena pemulihan pasca-pandemi Covid-19 dan pencabutan pembatasan perjalanan ke luar negeri.

"Dari 2020 sampai 2023 sudah 517 orang yang kita tetapkan sebagai tersangka TPPO. Sudah banyak yang divonis dan kita kirim ke kejaksaan," kata Djuhandani.

"Para pelaku kita jerat dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO dan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)," imbuhnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com