JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Masyaakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman melaporkan dugaan kebocoran informasi penyelidikan kasus korupsi di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Boyamin mengatakan, dokumen penyelidikan yang dibocorkan terkait dugaan korupsi tata kelola ekspor pertambangan dan survei terkait perijinan pertambanan di Kementerian ESDM.
Adapun pihak terlapor dalam kebocoran data ini adalah oknum pejabat di Kementerian ESDM yakni, IS dan MAT. Mereka diduga menghalang-halangi penyidikan atau obstruction of justice.
Aduan dikirimkan melalui pesan email Pengaduan Masyarakat (Dumas) KPK.
Baca juga: Chat Wakil Ketua KPK dengan Kabiro Hukum ESDM Bocor Lagi, Bahas Izin Usaha Tambang
“Telah terjadi dugaan tindak pidana menghalangi penyidikan dalam bentuk menerima, memberi, mengambil secara tidak sah, pemanfaatan dan atau membocorkan dokumen hasil penyelidikan KPK,” kata Boyamin dalam keterangannya kepada Kompas.com, Jumat (14/4/2023).
Menurut Boyamin, IS masih terkait dengan sejumlah pihak yang menjadi obyek pemeriksaan di lingkungan Kementerian ESDM.
IS diduga menerima dan menggunakan materi atau dokumen hasil penyelidikan KPK.
“Untuk menyelamatkan diri dan kawan-kawannya,” ujar Boyamin.
Baca juga: Chatting dengan Karo Hukum ESDM, Wakil Ketua KPK Klaim sebagai Sahabat
Sementara, MAT merupakan pihak yang diduga memberikan atau meneruskan dokumen hasil penyelidikan KPK ke IS.
Menurut Boyamin, seharusnya MAT memusnahkan atau membakar dokumen tersebut agar tidak bisa diakses orang lain.
Dugaan kebocoran informasi penyelidikan itu diduga terjadi pada rentang waktu 28 Februari hingga Maret 2023.
Akibat kebocoran data tersebut, KPK kesulitan memantau pergerakan sejumlah pihak yang diduga terkait dengan perkara korupsi dimaksud.
Baca juga: Ketika Para Sesepuh KPK Turun Gunung, Minta Firli Dicopot dan Ancam Lapor Polisi...
“Perbuatan pihak sasaran (oknum) setidaknya akan mempersulit Penyelidik KPK memantau pergerakan pihak tersasar dan ujung kegagalan melakukan OTT (operasi tangkap tangan),” tutur Boyamin.
Adapun tindakan menghalangi penyidikan dan penegakan korupsi, kata Boyamin, diatur dalam Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Pelaku terancam penjara minimal 3 tahun dan paling lama 12 tahun dan atau denda paling sedikit Rp 150 juta serta paling banyak Rp 600 juta.