Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Salinan Putusan Buktikan Hakim PN Jakpus Tahu Maksud Prima Ingin Pemilu Ditunda

Kompas.com - 06/03/2023, 10:44 WIB
Vitorio Mantalean,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) rupanya bukan tanpa alasan mengabulkan gugatan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) untuk menunda Pemilu 2024.

Diksi "penundaan pemilu" ini kerapkali dihindari kedua belah pihak begitu kasus ini jadi sorotan publik.

Humas PN Jakpus Zulkifli Atjo, Kamis (2/3/2023), mengaku tidak tahu ketika dikonfirmasi apakah pihaknya memerintahkan penundaan pemilu.

“Jadi rekan-rekan kalau mengartikan menunda pemilu itu, saya tidak tahu. Amar putusannya 'tidak melaksanakan sisa tahapan pemilu'," tegasnya.

Baca juga: Gelombang Kecurigaan di Balik Putusan PN Jakpus Tunda Pemilu 2024

Sementara itu, dalam jumpa pers Jumat (3/3/2023), Ketua Umum Prima Agus Jabo Priyono berulang kali membantah pihaknya mengusulkan penundaan pemilu.

"Yang kita tuntut bukan persoalan penundaan pemilu, tapi prosesnya itu dihentikan dan dimulai dari awal lagi," ujar dia.

Namun, penelusuran dari berkas persidangan, sejak awal kedua belah pihak bukan tak bersengaja untuk menunda pemilu.

Putusan "copas" gugatan

Gugatan untuk menunda pemilu ada pada petitum nomor 5 gugatan Prima.

Dalam salinan putusan perkara 757/Pdt.G/2022 itu, majelis hakim PN Jakpus mengaku paham maksud Prima dalam petitum tersebut bertujuan menunda pemilu.

"Tentang petitum nomor 5 gugatan, penggugat yang memohonkan agar pengadilan memerintahkan tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilu 2024 ... dengan kata lain adalah bertujuan untuk penundaan pelaksanaan tahapan pemilu sementara waktu".

Majelis hakim PN Jakpus juga dengan tegas menyebut bahwa petitum itu "akan dikabulkan dengan perbaikan".

Baca juga: Soal Putusan “Absurd” PN Jakpus, ICW Minta Jokowi dan KY Turun Tangan

Pertimbangan majelis hakim PN Jakpus sama persis dengan pertimbangan dalam gugatan Prima, yaitu penundaan pemilu perlu dilakukan untuk terciptanya keadaan yang adil serta melindungi agar sedini mungkin tidak terjadi lagi kejadian-kejadian lain akibat kesalahan ketidakcermatan, ketidaktelitian, ketidakprofesionalan, dan ketidakadilan dari KPU.

Prima mengutip pasal 2 kovenan internasional tentang hak-hak sipil dan politik. Mereka menilai, larangan untuk KPU menyelenggarakan tahapan pemilu adalah tuntutan yang rasional.

Petitum menunda pemilu ini dikabulkan oleh majelis hakim karena memperhitungkan keadaan yang terjadi masih berada pada awal mula tahapan Pemilu.

Oleh karena itulah, majelis hakim PN Jakpus, masih dalam salinan putusan yang sama, memerintahkan KPU tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilu 2024 selama lebih kurang 2 tahun, 4 bulan, dan 7 hari sejak putusan diucapkan.

Halaman:


Terkini Lainnya

Resmikan Warung NKRI Digital, BNPT Ingatkan Semua Pihak Ciptakan Kemandirian Mitra Deradikalisasi

Resmikan Warung NKRI Digital, BNPT Ingatkan Semua Pihak Ciptakan Kemandirian Mitra Deradikalisasi

Nasional
Klaim Ada Perpindahan Suara ke PKB, PKN, dan Garuda, PPP Minta PSU di Papua Pegunungan

Klaim Ada Perpindahan Suara ke PKB, PKN, dan Garuda, PPP Minta PSU di Papua Pegunungan

Nasional
Berkaca Kasus Brigadir RAT, Kompolnas Minta Polri Evaluasi Penugasan Tak Sesuai Prosedur

Berkaca Kasus Brigadir RAT, Kompolnas Minta Polri Evaluasi Penugasan Tak Sesuai Prosedur

Nasional
Hakim MK Singgung Timnas di Sidang Pileg: Kalau Semangat Kayak Gini, Kita Enggak Kalah 2-1

Hakim MK Singgung Timnas di Sidang Pileg: Kalau Semangat Kayak Gini, Kita Enggak Kalah 2-1

Nasional
Caleg PDI-P Hadiri Sidang Sengketa Pileg secara Daring karena Bandara Sam Ratulangi Ditutup

Caleg PDI-P Hadiri Sidang Sengketa Pileg secara Daring karena Bandara Sam Ratulangi Ditutup

Nasional
Ketum PGI: 17 Kali Jokowi ke Papua, tapi Hanya Bertemu Pihak Pro Jakarta

Ketum PGI: 17 Kali Jokowi ke Papua, tapi Hanya Bertemu Pihak Pro Jakarta

Nasional
Kasus Brigadir RAT, Beda Keterangan Keluarga dan Polisi, Atasan Harus Diperiksa

Kasus Brigadir RAT, Beda Keterangan Keluarga dan Polisi, Atasan Harus Diperiksa

Nasional
KPK Ancam Pidana Pihak yang Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

KPK Ancam Pidana Pihak yang Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

Nasional
195.917 Visa Jemaah Haji Indonesia Sudah Terbit

195.917 Visa Jemaah Haji Indonesia Sudah Terbit

Nasional
Sukseskan Perhelatan 10th World Water Forum, BNPT Adakan Asesmen dan Sosialisasi Perlindungan Objek Vital di Bali

Sukseskan Perhelatan 10th World Water Forum, BNPT Adakan Asesmen dan Sosialisasi Perlindungan Objek Vital di Bali

Nasional
Penyidik KPK Enggan Terima Surat Ketidakhadiran Gus Muhdlor

Penyidik KPK Enggan Terima Surat Ketidakhadiran Gus Muhdlor

Nasional
Di Puncak Hari Air Dunia Ke-32, Menteri Basuki Ajak Semua Pihak Tingkatkan Kemampuan Pengelolaan Air

Di Puncak Hari Air Dunia Ke-32, Menteri Basuki Ajak Semua Pihak Tingkatkan Kemampuan Pengelolaan Air

Nasional
Ketum PGI Tagih Janji SBY dan Jokowi untuk Selesaikan Masalah Papua

Ketum PGI Tagih Janji SBY dan Jokowi untuk Selesaikan Masalah Papua

Nasional
Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Nasional
PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com