JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affairs (Indostrategic) Ahmad Khoirul Umam curiga putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) soal Pemilu 2024 ditunda merupakan kelanjutan dari "operasi kekuasaan" yang sejak lama menggulirkan isu penundaan pemilu.
Diduga, elite-elite penguasa yang dari dulu menginginkan penundaan pemilu telah mengintervensi keputusan hakim terkait ini.
"Dangkalnya argumen dalam amar putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tentang penundaan pemilu menegaskan bahwa ‘operasi kekuasaan’ untuk menunda pemilu terbukti masih terus berjalan," kata Umam kepada Kompas.com, Jumat (3/3/2023).
Baca juga: Gaduh soal Penundaan Pemilu: Dalih PN Jakpus, Banjir Kritik Pakar, dan Upaya Banding KPU
Umam mengatakan, modus operandi dalam perkara yang diajukan oleh Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) ini tampak jelas. Awalnya, narasi penundaan pemilu digulirkan lewat ide perpanjangan masa jabatan presiden.
Dilanjutkan dengan gagasan perpanjangan masa jabatan kepala desa, dan yang terbaru ide mengubah sistem pemilu dari proporsional terbuka menjadi tertutup.
Lantaran upaya-upaya tersebut gagal, dilakukan cara paling mudah dan efektif yakni dengan memanfaatkan jalur penegakan hukum.
"Semua itu diorkestrasi sedemikian rupa untuk menghadirkan ketidakpastian persiapan menuju Pemilu 2024," ujar Umam.
Baca juga: Putusan PN Jakpus Pemilu 2024 Ditunda, SBY: Ada yang Aneh di Negeri Ini
Menurut Umam, putusan PN Jakpus ini menguatkan dugaan indikasi terjadinya praktik autocratic legalism di mana kepentingan sempit (vested interest) dari elite-elite kekuasaan masuk ke ranah yudisial.
Ini terlihat dari amar putusan yang seolah memperlihatkan ketidakpahaman Majelis Hakim bahwa mereka tak punya wewenang mengadili perkara perdata pemilu.
Putusan PN Jakpus tersebut seolah menunjukkan rendahnya kualitas pemahaman Majelis Hakim terhadap aturan perundang-undangan pemilu dan objek perkara yang ditanganinya.
"Majelis Hakim yang dipertanyakan itulah yang membuka potensi dugaan adanya intervensi kekuasaan, di mana para elit-elit yang sejak awal berkepentingan menunda pemilu hendak cuci tangan dengan mengorkestrasi penundaan pemilu ini melalui permainan hukum," kata Umam.
Baca juga: Ragam Upaya Tunda Pemilu: Presiden 3 Periode, Isu Masa Jabatan Kades, Kini Putusan PN Jakpus
Umam pun menduga, Prima hanya sekadar pion kecil yang disiapkan untuk melancarkan agenda besar penundaan pemilu.
Apalagi melihat gugatan partai pendatang baru terhadap KPU itu telah diajukan sedikitnya empat kali, mulai dari gugatan di Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), dan yang terbaru Pengadilan Negeri (PN).
"Jelas ada kekuatan besar di belakang pion kecil Prima," tutur Umam.
Umam mengajak masyarakat untuk lebih kritis terhadap perkara ini, melihat siapa-siapa saja elite penguasa yang sejak awal berkepentingan untuk menunda pemilu.