Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KY Ungkap Masalah Struktural yang Bikin Seleksi Calon Hakim Ad Hoc HAM Sepi Peminat

Kompas.com - 06/02/2023, 19:04 WIB
Vitorio Mantalean,
Bagus Santosa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Yudisial mengungkap masalah struktural yang melatarbelakangi sepinya peminat seleksi calon hakim HAM ad hoc di Mahkamah Agung (MA).

KY sebelumnya mengamini bahwa seleksi yang berlangsung saat ini tidak ideal dan mereka berhadapan dengan masalah minimnya ketersediaan calon, terutama calon yang kompeten dan berintegritas.

Dari permukaan, masalah ini ditengarai terjadi karena rendahnya batas usia calon hakim HAM ad hoc, yaitu 50 tahun. Juru bicara KY Miko Ginting menilai, persyaratan ini membuat calon-calon potensial tetapi belum sampai batas usia tersebut tidak bisa mendaftar.

Baca juga: KY Akui Seleksi Calon Hakim Ad Hoc HAM di MA Tak Ideal

Namun demikian, lebih dari itu, ada masalah yang dianggap lebih struktural, yaitu ketidakpastian perkara yang akan ditangani.

"Hingga saat ini hanya satu perkara, yaitu perkara Paniai, yang diperiksa oleh pengadilan. Itu pun hanya dengan satu terdakwa yang akhirnya diputus bebas pada pengadilan tingkat pertama," kata Miko dalam keterangan tertulis, Senin (6/2/2023).

"Padahal selama menjabat sebagai hakim ad hoc HAM di MA, calon yang bersangkutan tidak bisa atau sangat terbatas untuk menjalankan profesi lain," tambahnya.

Masalah lain adalah persoalan insentif. Hingga saat ini, Miko mengatakan, KY belum mendapatkan informasi terkait peraturan presiden tentang insentif dan fasilitas bagi hakim ad hoc HAM di MA.

Baca juga: KY Sebut Tak Ada Larangan Polisi Aktif Ikut Seleksi Calon Hakim Ad Hoc HAM di MA

Persoalan ini sudah disampaikan Wakil Ketua Bidang Eksternal Komnas HAM Abdul Haris Semendawai berdasarkan hasil pemantauan terhadap proses hukum Tragedi Paniai, Desember 2022, di mana majelis hakim ad hoc yang menangani perkara ini belum digaji.

"Persoalan pokok di atas adalah persoalan struktural yang terdapat dalam regulasi dan proses penegakan hukum secara faktual," kata Miko.

"KY berpandangan jika pun seleksi diulang kembali, yang dengan demikian KY juga melanggar undang-undang karena batas waktu seleksi maksimal enam bulan, apakah ada jaminan calon yang potensial sesuai harapan organisasi masyarakat sipil akan didapatkan?" tanya dia.

Ia berujar, dikepung aneka persoalan yang menyebabkan minimnya calon untuk mendaftar, sedangkan perkara Tragedi Paniai saat ini sudah diajukan ke tingkat kasasi, maka KY mesti memilih calon yang terbaik dari yang ada.

"Jika tidak demikian, maka kepastian dan keadilan bagi korban akan tertunda," ujar Miko.

Sebelumnya diberitakan, KontraS meragukan kualitas dan pemahaman calon hakim ad hoc HAM di MA yang proses seleksinya sedang berlangsung saat ini.

Baca juga: Didatangi 3 Kali Keluarga Lukas Enembe, Komnas HAM Lakukan Koordinasi dengan KPK

Koordinator Kontras Fatia Maulidiyanti, dalam keterangan tertulis, Jumat (3/1/2023), menyatakan bahwa keraguan itu timbul berdasarkan pemantauan dan pemeriksaan latar belakang terhadap para calon hakim yang mereka lakukan sejak tanggal 30 Januari, termasuk pada tahap wawancara terbuka tanggal 2 Februari 2023 yang dihadiri oleh Kontras.

Pertama, Kontras melihat beberapa calon minim pengetahuan terkait pengadilan HAM. Beberapa calon hakim masih belum memahami perbedaan mendasar antara pelanggaran HAM yang dirumuskan dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 dengan pelanggaran HAM berat yang dirumuskan dalam Undang-Undang Pengadilan HAM.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Nasional
Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com