Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Substansi Putusan MK Berubah, 9 Hakim dan 2 Panitera Dilaporkan ke Polisi

Kompas.com - 02/02/2023, 13:50 WIB
Ardito Ramadhan,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sembilan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dan dua orang panitera MK dilaporkan ke Polda Metro Jaya atas dugaan pemalsuan surat terkait perubahan substansi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam perkara 103/PUU-XX/2022 tentang uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang MK.

Laporan ini dilayangkan oleh advokat Zico Leonard Digardo Simanjuntak selaku pemohon dalam perkara nomor 103 tersebut.

"(Yang dilaporkan) panitera dan semua hakim MK karena kita tidak tahu siapa yang melakukan, jadi saya karena membuat laporan itu harus ada tujuan yang dilaporkan dengan jelas ya saya laporkan semuanya," kata Zico kepada Kompas.com, Kamis (2/2/2023).

Baca juga: Dugaan Perubahan Subtansi Putusan MK Akan Dilaporkan ke Polisi

Zico menduga, perubahan isi putusan itu dilakukan oleh oknum di tingkat kepaniteraan atau kesekjenan karena penyusunan risalah sidang merupakan tanggung jawab panitera sidang dan publikasinya menjadi ranah pihak kesejeknan MK.

Namun, ia meyakini perbuatan itu tidak dilakukan sendiri oleh oknum tersebut tanpa perintah dari orang dengan kedudukan yang lebih tinggi.

"Tidak ada seorang pun mau melakukan pidana jika itu tidak menguntungkan dirinya, untuk apa level kepaniteraan melakukan itu jika enggak ada untungnya buat dia," kata Zico.

Akan tetapi, ia tidak mau berandai-andai mengenai siapa sosok yang memerintahkan panitera untuk mengutak-atik isi putusan tersebut.

"Nanti kan investigasi polisi akan menunjukkan siapa yang melakukan dan siapa yang memerintahkan," kata Zico.

Di sisi lain, Zico menyebutkan bahwa ia melaporkan kasus ini secara pidana agar perubahan substansi tersebut dapat diungkap secara terang benderang.

Baca juga: Substansi Putusan MK Berubah, Pakar Sebut Versi Pembacaan Hakim di Sidang yang Berlaku

Menurut dia, pengusutan secara etik yang dilakukan oleh MK dengan membentuk Majelis Kehormatan MK (MKMK) tidak cukup untuk menguak kasus ini.

Sebab, MKMK hanya berwenang untuk mengusut dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh hakim konstitusi.

Selain itu, proses etik juga dianggap tidak memberikan efek jera karena sanksi maksimum yang dijatuhkan kepada pelanggar hanyalah pemecatan dari MK.

Ia khawatir, dalam proses etik itu ada pihak-pihak yang sengaja diminta pasang badan untuk menutupi pelaku sebenarnya.

"Kalau pidana kan nanti kepaniteraan kesekjenan diperiksa, atau melakukan ketahuan, hingga kira-kira nanti dia akan membeberkan siapa yang menyuruh dia, harapannya sperti itu," ujar Zico.

Adapun perubahan susbtansi putusan ini ditemukan Zico saat mendapati adanya perbedaan antara frasa yang dibacakan hakim konstitusi Saldi Isra dalam sidang berbeda dengan risalah sidang yang diterimanya, yakni dari "dengan demikian, ..." menjadi "ke depan, ...".

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pejabat Kementan Patungan untuk Gaji Pembantu SYL di Makassar Rp 35 Juta

Pejabat Kementan Patungan untuk Gaji Pembantu SYL di Makassar Rp 35 Juta

Nasional
Panglima TNI Perintahkan Pengamanan Pilkada Harus Serius karena Ancaman dan Risiko Lebih Besar

Panglima TNI Perintahkan Pengamanan Pilkada Harus Serius karena Ancaman dan Risiko Lebih Besar

Nasional
Hari Pertama Penyerahan Dukungan, Mayoritas Provinsi Nihil Cagub Independen

Hari Pertama Penyerahan Dukungan, Mayoritas Provinsi Nihil Cagub Independen

Nasional
Hakim MK Sebut Sirekap Bikin Kacau Penghitungan Suara, Minta KPU Perbaiki

Hakim MK Sebut Sirekap Bikin Kacau Penghitungan Suara, Minta KPU Perbaiki

Nasional
Hakim PN Jaksel Tolak Praperadilan Karutan KPK, Status Tersangka Pungli Tetap Sah

Hakim PN Jaksel Tolak Praperadilan Karutan KPK, Status Tersangka Pungli Tetap Sah

Nasional
PAN Cabut Gugatan soal PPP Dapat Suara 'Gaib' di Bengkulu

PAN Cabut Gugatan soal PPP Dapat Suara "Gaib" di Bengkulu

Nasional
Salinan Putusan Cerai Ria Ricis Beredar di Medsos, KIP: Merupakan Informasi Terbuka

Salinan Putusan Cerai Ria Ricis Beredar di Medsos, KIP: Merupakan Informasi Terbuka

Nasional
WTP Kementan Terganjal “Food Estate”, Auditor BPK Minta Uang Pelicin Rp 12 Miliar

WTP Kementan Terganjal “Food Estate”, Auditor BPK Minta Uang Pelicin Rp 12 Miliar

Nasional
Jokowi: Pemerintah Bangun Sumur Pompa Antisipasi Dampak Kemarau

Jokowi: Pemerintah Bangun Sumur Pompa Antisipasi Dampak Kemarau

Nasional
Bawaslu Ungkap Suara Caleg Demokrat di Aceh Timur Sempat Naik 7 Kali Lipat, lalu Dihitung Ulang

Bawaslu Ungkap Suara Caleg Demokrat di Aceh Timur Sempat Naik 7 Kali Lipat, lalu Dihitung Ulang

Nasional
Mensos Risma Minta Data Penerima Bansos Ditetapkan Tiap Bulan untuk Hindari Penyimpangan

Mensos Risma Minta Data Penerima Bansos Ditetapkan Tiap Bulan untuk Hindari Penyimpangan

Nasional
Jokowi Pastikan Perpanjang Izin Ekspor Konsentrat Tembaga PT Freeport

Jokowi Pastikan Perpanjang Izin Ekspor Konsentrat Tembaga PT Freeport

Nasional
Risma Ingatkan Kepala Dinsos Se-Indonesia, Jangan Rapat Bahas Fakir Miskin di Hotel

Risma Ingatkan Kepala Dinsos Se-Indonesia, Jangan Rapat Bahas Fakir Miskin di Hotel

Nasional
Kasus Korupsi Rumdin, KPK Cecar Kabag Pengelola Rumah Jabatan DPR soal Aliran Dana ke Tersangka

Kasus Korupsi Rumdin, KPK Cecar Kabag Pengelola Rumah Jabatan DPR soal Aliran Dana ke Tersangka

Nasional
KPU Sebut Pemindahan 36.000 Suara PPP ke Garuda di Jabar Klaim Sepihak, Harus Ditolak MK

KPU Sebut Pemindahan 36.000 Suara PPP ke Garuda di Jabar Klaim Sepihak, Harus Ditolak MK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com