JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Abdul Mukti, menyebut bahwa pihaknya mendukung pemilihan legislatif dengan sistem proporsional terbuka dikaji ulang.
Sebagai informasi, dalam sistem proporsional terbuka yang diterapkan di Indonesia sejak 2009, pemilih dapat mencoblos partai politik atau nama calon anggota legislatif yang diharapkan duduk di parlemen.
Sementara itu, dalam sistem proporsional tertutup, pemilih hanya mencoblos partai politik. Partai yang kelak berwenang menentukan anggota dewan yang berhak duduk di parlemen mewakili suatu daerah pemilihan.
Baca juga: 8 Fraksi DPR Tolak Sistem Proporsional Tertutup, Kecuali PDI-P
Mukti menyinggung soal perlunya partai politik mempersiapkan kadernya dengan sungguh-sungguh agar bisa menjadi anggota dewan yang berkualitas, di balik usul mengkaji ulang sistem proporsional tertutup.
"Karena peran lembaga legislatif itu secara konstitusional itu sangat besar, sehingga kualitas mereka tentu akan menentukan tidak hanya kualitas produk legislasi, tapi juga berbagai hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan negara," ujar Mukti setelah menerima audiensi jajaran komisioner KPU RI di kantor PP Muhammadiyah, Selasa (3/1/2023).
Sistem proporsional terbuka memang memungkinkan partai politik untuk lebih mudah mendapatkan kursi di parlemen sebagai efek ekor jas dari popularitas caleg mereka di lapangan.
Baca juga: Muhammadiyah Dukung Pemilu Sistem Proporsional Tertutup atau Terbuka Terbatas
Hal ini dinilai menjadi salah satu sebab timbulnya fenomena pemilihan caleg berdasarkan popularitas, bukan kapabilitas.
Persoalan ini kemudian berkelindan dengan terbukanya celah politik uang untuk mendongkrak raihan suara di lapangan.
"Muncul siapa yang punya kekuatan kapital yang paling kuat itu juga menjadi masalah yang menimbulkan money politic. Lalu, kadang-kadang pemilih ini menentukkan pilihan bukan berdasarkan kualitas, tapi berdasarkan popularitas," ungkap Mukti.
Di samping itu, Mukti juga menganggap bahwa sistem proporsional terbuka memungkinkan terjadinya pembelahan politik, karena mendorong kompetisi antarcaleg.
"Harapan kami dengan perubahan sistem itu, bisa dikurangi kanibalisme politik di mana sesama calon itu saling menjegal satu sama lain," tambahnya.
Mukti mengatakan, usulan mengkaji ulang sistem proporsional tertutup telah dikemukakan Muhammadiyah pada 2014.
Muhammadiyah mengemukakan dua opsi untuk mengganti sistem proporsional terbuka, yakni dengan sistem proporsional tertutup dan sistem proporsional terbuka terbatas.
Dalam sistem proporsional terbuka terbatas ini, menurutnya, hal pertama yang perlu dihitung adalah BPP (Bilangan Pembagi Pemilih) atau harga kursi.
BPP dihitung dengan cara membagi jumlah suara sah di suatu dapil dengan alokasi kursi di dapil tersebut.
Baca juga: AHY Curiga Wacana Sistem Proporsional Tertutup untuk Kembalikan Pilpres Tak Langsung