JAKARTA, KOMPAS.com - Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Hibnu Nugroho yakin status justice collaborator (JC) Richard Eliezer atau Bharada E dalam kasus dugaan pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J dikabulkan oleh majelis hakim.
Sebabnya, sejauh ini mantan ajudan Ferdy Sambo itu tampak kooperatif dalam memberikan keterangan di persidangan.
"Saya kira kalau melihat di praajudikasi sampai sekarang itu sepertinya kok (status justice collaborator Bharada E) dikabulkan," kata Hibnu kepada Kompas.com, Minggu (1/1/2023).
Baca juga: Saat Saksi Ahli Sebut Kemungkinan Bharada E Bebas dari Jerat Pidana...
Hibnu mengatakan, ada sejumlah hal yang akan dipertimbangkan majelis hakim untuk memutuskan status JC seorang terdakwa. Tak hanya keterangan selama sidang, kontribusi terdakwa saat tahap praajudikasi juga bakal diperhitungkan.
Dalam perkara dugaan pembunuhan berencana Brigadir J, pengakuan Bharada E soal keterlibatan Ferdy Sambo menjadi pintu masuk terbukanya kasus ini.
Meski di persidangan ada sejumlah keterangan Bharada E yang berbeda dengan terdakwa-terdakwa lainnya, kata Hibnu, majelis hakim yang kelak akan memberikan penilaian.
"Otoritas hakim (untuk menilai) apakah yang disampaikan oleh Richard itu bernilai sebagai bukti atau tidak. Itu kan akhirnya hakim yang mencatat," ujarnya.
Hibnu pun yakin Bharada E bukan aktor utama kasus ini. Sebab, jika Richard terindikasi sebagai aktor utama, tak seharusnya dia mendapat rekomendasi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LSPK) sebagai JC.
Baca juga: Jalankan Perintah Ferdy Sambo, Pelanggaran Pidana Bharada E Berpeluang Gugur
Memang, dalam perkara ini, Richard turut menembak Yosua. Namun, aktor utama penembakan itu mengarah ke Ferdy Sambo.
Kendati Sambo mengaku tak memerintahkan Richard menembak, mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri itu tetap diyakini sebagai otak pembunuhan anak buahnya.
"Kalau melimpahkan pertanggungjawaban ke Richard Eliezer ya tidak bisa. Tetap Ferdy Sambo aktor utama," kata Hibnu.
Sejak awal kasus ini mencuat, Sambo bersikukuh dengan pengakuannya, bahwa dia hanya memerintahkan Richard untuk menghajar Yosua, bukan menembak.
Menurut Hibnu, kegigihan Sambo ini merupakan upayanya menghindar dari jerat Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pembunuhan berencana.
Dengan narasi tersebut, Sambo seolah ingin memberi kesan bahwa penembakan terhadap Yosua merupakan spontanitas dari Richard yang salah menafsirkan perintahnya untuk menghajar.
Namun demikian, Hibnu sangsi perbuatan Sambo dkk ini bukan pembunuhan berencana. Jika pun benar Sambo memerintahkan Richard hanya menghajar Yosua, menurut Hibnu, diksi "hajar" tak bisa dilihat secara teks saja, tetapi harus dikaitkan dengan konteks dan situasi.