JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan anak buah Kadiv Propam Ferdy Sambo, Richard Eliezer atau Bharada E, dinilai berpeluang tak dapat dipidana dalam kasus pembunuhan Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Pendapat itu disampaikan, baik oleh saksi meringankan atau a de charge yang dihadirkan oleh pengacara Richard dalam sidang lanjutan, Rabu (28/12/2022).
Menurut Albert Aries, pengacara sekaligus pengajar di Universitas Trisakti, yang dihadirkan pengacara Richard, Bharada E hanya mengikuti perintah Sambo ketika mengeksekusi Brigadir J pada 8 Juli silam.
Baca juga: Setelah Jadi Saksi untuk Bharada E, Albert Aries Beri Dokumen KUHP Baru ke Hakim
"Pada hakikatnya orang itu tidak boleh membunuh, orang itu tidak boleh merusak barang milik orang lain dan mengambil milik orang lain. Tetapi karena perintah tersebut, elemen dari perbuatan melawan hukum itu dihapuskan," kata Albert dalam sidang.
Juru Bicara Sosialisasi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) itu lantas mengutip Pasal 51 KUHP yang menyebutkan bahwa "Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak dipidana."
Pasal tersebut, imbuh dia, bisa diterapkan dalam kasus yang menjerat Richard. Sebab, ada hubungan hukum publik antara Richard dan Sambo, ketika perintah itu diberikan.
Dalam hal ini, Richard yang merupakan anak buah Sambo yang kala itu berpangkat bintang dua, menjadi objek yang diperalat oleh Sambo yang turut menjadi auktor intelektual dalam kasus pembunuhan ini.
"Kalau kita melihat dari kapasitas, dari penyertaan tadi maka yang paling relevan menyuruh lakukan. Karena menyuruh tadi bisa berupa perintah atau instruksi yang dilakukan oleh orang yang tidak sesungguhnya tidak bisa diminta pertanggung jawaban," imbuh dia.
Akibat posisi Richard yang diperalat, kata Albert, maka alat pembunuhan dinilai tak bisa dimintai pertanggungjawaban.
Baca juga: Jadi Saksi Ahli Bharada E, Jubir RKUHP: Untuk Orang Jujur, Saya Tergerak
Di sisi lain, posisi Richard sebagai bawahan yang menjalankan perintah atasan juga tidak bisa dimintai pertanggungjawaban.
"Dalam Pasal 55 kaitannya dengan penyertaan dan pertanggungjawaban pidana orang yang disuruh lakukan itu sesunguhnya tidak memiliki kesalahan, tidak memiliki kesengajaan, tidak memiliki kehendak untuk melakukan suatu perbuatan pidana," ucap Albert.
Pendapat yang sama juga disampaikan oleh Guru Besar Hukum Pidana Universitas Andalas, Elwi Danil, yang dihadirkan pengacara Sambo sebagai saksi a de charge, Selasa (27/12/2022). Menurut dia, pelaku pembunuhan yang diperintah oleh auktor intelektualis tak bisa dipidana.
Elwi mengatakan hal itu ketika dimintai penjelasan oleh kuasa hukum Sambo tentang yang dimaksud dengan doen plegen (menyuruh melakukan) dan uitlokking (menganjurkan melakukan).
Elwi lantas menjelaskan persamaan keduanya sebelum menerangkan perbedaannya. Menurut dia, kedua jenis penyertaan tersebut menempatkan tindak pidana pada pelaku dua orang.
"Di dalam doen plegen adalah orang yang menyuruh melakukan dan orang yang disuruh melakukan," kata dia.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.