JAKARTA, KOMPAS.com - Hampir tiga tahun terakhir, Undang-Undang Cipta Kerja seolah tak pernah lepas dari kontroversi.
Sejak awal perumusannya, rancangan aturan itu banyak menuai penolakan. Kendati demikian, pemerintah tetap melalukan pengesahan.
Dalam perjalanannya, UU Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Baca juga: Jokowi Teken Perppu Cipta Kerja, Gantikan UU yang Inkonstitusional Bersyarat
Menindaklanjuti putusan tersebut, Presiden Joko Widodo baru-baru ini menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk menggantikan UU Cipta Kerja yang lama.
Berikut perjalanan UU Cipta Kerja sejak awal dirumuskan hingga kini terbit perppu omnibus law itu.
Gagasan tentang omnibus law pertama kali diungkap Presiden Jokowi dalam pidato pelantikannya sebagai presiden RI periode kedua, 20 Oktober 2019.
Saat itu, presiden bilang, omnibus law diperlukan untuk mengatasi tumpang tindih regulasi di Tanah Air, terutama yang berkaitan dengan investasi dan lapangan kerja.
"Puluhan undang-undang yang menghambat penciptaan lapangan kerja langsung direvisi sekaligus," kata Jokowi di Gedung DPR/MPR, Jakarta.
Tak lama setelah itu, Jokowi langsung memerintahkan jajarannya menyusun draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja. Kilat, draf RUU tersebut dinyatakan rampung oleh pemerintah pada 12 Februari 2020.
Baca juga: Pemerintah Klaim Perppu Cipta Kerja Sudah Dikonsultasikan dengan Stakeholders Terkait
Setelahnya, bola bergulir di DPR. RUU Cipta Kerja mulai dibahas oleh legislator pada 2 April 2020.
Namun, sejak awal, rancangan aturan ini menuai penolakan dari berbagai kalangan, khususnya kaum buruh. Aksi unjuk rasa penolakan RUU Cipta Kerja digelar di banyak tempat.
RUU ini dikhawatirkan merugikan hak-hak kaum pekerja dan menguntungkan pengusaha.
Merespons penolakan ini, 24 April 2020, Jokowi sempat mengumumkan penundaan pembahasan RUU Cipta Kerja khusus klaster ketenagakerjaan.
Namun, penundaan itu hanya berlangsung lima bulan saja. Pada 25 September 2020, DPR dan pemerintah kembali membahas RUU tersebut, termasuk aturan klaster ketenagakerjaan.
Pembahasan RUU Cipta Kerja di DPR pun dikebut. Untuk meloloskan aturan tersebut menjadi UU, anggota dewan sampai rela menggelar rapat maraton.