Dalam tujuh bulan saja, setidaknya diselenggarakan rapat membahas RUU Cipta Kerja sebanyak 64 kali, termasuk pada dini hari, akhir pekan, hingga saat masa reses.
Baca juga: Jokowi Teken Perppu Cipta Kerja, Airlangga: Kebutuhan Mendesak
Berjalan mulus, pembahasan RUU ini rampung dan dibawa ke rapat paripurna DPR untuk disahkan sebagai UU pada 5 Oktober 2020.
Para buruh lagi-lagi menggelar aksi untuk menolak pengesahan tersebut. Presiden pun sempat memanggil dua pimpinan serikat buruh ke Istana, yakni Presiden KSPI Said Iqbal dan Presiden KSPSI Andi Gani.
Namun, pertemuan itu tak mengubah apa pun. Rapat paripurna pengesahan RUU Cipta Kerja menjadi UU tetap digelar di Gedung DPR.
Dalam rapat itu, Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tetap pada sikapnya menolak RUU sapu jagat tersebut.
Namun, suara dua fraksi itu kalah oleh tujuh fraksi lainnya yang mendukung pengesahan RUU ini, yakni PDI Perjuangan, Golkar, Gerindra, Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Baca juga: Mahfud Klaim Perppu Cipta Kerja Gugurkan Status Inkonstusional Bersyarat
Akhirnya, tepat 5 Oktober 2020, UU Cipta Kerja disahkan. Sebulan setelahnya atau 2 November 2020, Presiden Jokowi menandatangani aturan tersebut.
Beleid yang dicatat dalam lembaran negara sebagai UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja itu resmi berlaku sejak 2 November 2020.
Kendati sudah disahkan, UU Cipta Kerja terus banjir kritik. Masyarakat, khususnya kaum buruh dan mahasiswa dari berbagai daerah turun ke jalan untuk memprotes UU yang dianggap merugikan pekerja itu.
Kaum buruh sempat meminta presiden membatalkan UU tersebut dengan menerbitkan perppu. Namun, Jokowi menolak.
Kepala negara berdalih, UU Cipta Kerja dibutuhkan untuk membuka peluang investasi dan lapangan kerja sebanyak-banyaknya. UU itu juga disebut diperlukan untuk menyederhanakan sistem perizinan berusaha yang diyakini mampu mencegah praktik korupsi.
Jokowi pun kala itu mempersilakan pihak-pihak yang menolak UU Cipta Kerja mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"Sistem ketatanegaraan kita memang mengatakan seperti itu. Jadi kalau masih ada yang tidak puas dan menolak silahkan diajukan uji materi ke MK," katanya, Jumat (9/10/2020).
Benar saja, tak butuh waktu lama, ramai-ramai pihak menggugat UU Cipta Kerja ke MK. Mulai dari kalangan pekerja, akademisi, bahkan mahasiswa.
Uji materi aturan tersebut berlangsung panjang dan baru diputuskan setahun setelah UU Cipta Kerja berlaku, tepatnya 25 November 2021. MK menyatakan bahwa UU Nomor 11 Tahun 2020 inkonstitusional bersyarat.