Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anggota DPR Sebut "Money Politics" Pelanggaran TSM tapi Sulit Dibuktikan: Harus Jelas Aturannya

Kompas.com - 15/11/2022, 16:32 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Demokrat Mohamad Muraz menyoroti banyaknya praktik politik uang atau money politics menjelang Pemilu.

Menurutnya, pada dasarnya praktik itu termasuk pelanggaran Pemilu yang terstruktur, sistematis dan masif (TSM). Namun, hal itu sulit dibuktikan sebagai kejahatan pidana.

"Memang money politics ini harus TSM, tapi sebenarnya sulit dibuktikan. Tapi kan selalu saja muncul begitu kan laporan laporan itu," kata Muraz dalam rapat dengar pendapat (RDP) Komisi II DPR, Selasa (15/11/2022).

Bukan tanpa sebab, Muraz menilai sulitnya pembuktian karena aturan mengenai hal itu berubah-ubah setiap waktu.

Baca juga: DPR Akui Draf Isi Perppu Pemilu Sudah Disepakati walau Belum Diajukan Pemerintah

Ia mencontohkan, pada Pemilu 2019, setidaknya aturan itu berubah tiga kali.

"Pada awal, caleg (calon legislatif) boleh memberi uang transport Rp 50.000, maksimal. Kemudian, berubah jadi Rp 30.000, kemudian jadi tidak boleh," ujar Muraz.

"Nah ini kan ubah-ubah pak, ada yang tahu, ada yang enggak. Akhirnya, ada yang kasih uang Rp 30.000, ada yang dilaporkan. Nah ini tahun 2024 akan seperti apa?" katanya lagi.

Kendati demikian, Muraz mengingatkan bahwa aturan tersebut harus jelas mengakomodasi hukum adat atau living law di masyarakat.

"Living law-nya saya kira, ketika kampanye, orang enggak datang, masyarakat enggak datang kalau enggak dikasih transport. Jadi harus jelas ini pengaturannya. Kita menetapkan aturan, tapi enggak bisa dilaksanakan di masyarakat," ujar politisi Demokrat itu.

Baca juga: Perppu Pemilu Akan Akomodasi Usul Megawati, Nomor Urut Parpol DPR Tak Perlu Diundi

Senada dengan Muraz, anggota Komisi II DPR dari Fraksi PDI-P Cornelis mengingatkan bahwa terkait aturan pemidanaan pada Pemilu harus ekstra hati-hati.

Ia sependapat bahwa peraturan Bawaslu menyangkut tindak pidana harus mengacu pada Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHP).

"Karena di Republik Indonesia ini penyidik itu hanya satu, yaitu pihak kepolisian. Jangan lupa berkoordinasi atau membahasnya bersama dengan Kementerian Hukum dan HAM," kata Cornelis.

Baca juga: Konsinyering Perppu Pemilu Disorot karena Dinilai Aneh

Menurutnya, hal tersebut jelas tidak akan menambah beban KPU sebagai penyelenggara Pemilu.

Pasalnya, KPU tidak akan berlarut terus menjatuhkan pidana pada pelaku politik uang.

Apalagi, kata Cornelis, dengan masih banyaknya praktik pemberian uang transport di masyarakat oleh caleg.

"Seperti apa yang dikatakan teman saya tadi, bahwa Rp 30.000 pidana, Rp 10.000 pidana. Orang datang itu, bapak, ibu, dan saudara-saudara sekalian, kalau tidak ada biaya transport, tidak ada makan, mereka mau dapat dari mana. Sedangkan pemilih-pemilih kita ini orang-orang miskin, orang-orang tidak mampu. Syukur-syukur saja dia mau datang, Rp 100.000. Kalau di Kalimantan Barat, itu tak cukup pak," ujar Cornelis.

Baca juga: Bawaslu Waspadai Money Politics dan Kampanye Terselubung di Masa Tenang Pilkada Solo 2020

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Soal Jatah Menteri Demokrat, AHY: Kami Pilih Tak Berikan Beban ke Pak Prabowo

Soal Jatah Menteri Demokrat, AHY: Kami Pilih Tak Berikan Beban ke Pak Prabowo

Nasional
Prabowo: Saya Setiap Saat Siap untuk Komunikasi dengan Megawati

Prabowo: Saya Setiap Saat Siap untuk Komunikasi dengan Megawati

Nasional
Tak Setuju Istilah Presidential Club, Prabowo: Enggak Usah Bikin Club, Minum Kopi Saja

Tak Setuju Istilah Presidential Club, Prabowo: Enggak Usah Bikin Club, Minum Kopi Saja

Nasional
1.168 Narapidana Buddha Terima Remisi Khusus Waisak 2024

1.168 Narapidana Buddha Terima Remisi Khusus Waisak 2024

Nasional
Menteri AHY Usulkan Pembentukan Badan Air Nasional pada WWF 2024

Menteri AHY Usulkan Pembentukan Badan Air Nasional pada WWF 2024

Nasional
Hormati Jika PDI-P Pilih di Luar Pemerintahan, Prabowo: Kita Tetap Bersahabat

Hormati Jika PDI-P Pilih di Luar Pemerintahan, Prabowo: Kita Tetap Bersahabat

Nasional
Setiap Hari, 100-an Jemaah Haji Tersasar di Madinah

Setiap Hari, 100-an Jemaah Haji Tersasar di Madinah

Nasional
PDI-P Sebut Anies Belum Bangun Komunikasi Terkait Pilkada Jakarta

PDI-P Sebut Anies Belum Bangun Komunikasi Terkait Pilkada Jakarta

Nasional
KPK: Ada Upaya Perintangan Penyidikan dalam Kasus TPPU SYL

KPK: Ada Upaya Perintangan Penyidikan dalam Kasus TPPU SYL

Nasional
Prabowo Koreksi Istilah 'Makan Siang Gratis': Yang Tepat, Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

Prabowo Koreksi Istilah "Makan Siang Gratis": Yang Tepat, Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

Nasional
Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

Nasional
Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

Nasional
KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

Nasional
Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Nasional
Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com